Lihat ke Halaman Asli

Iqbal Alfajri

Filmmaker

Bikin Film Bukan Sekadar Shooting (2)

Diperbarui: 4 Maret 2024   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses shooting film Iqro My Universe di Inggris. (Dok. Film Iqro)

Di balik sebuah film yang sukses terdapat suatu kerja kreatif yang panjang. Diawali dengan proses development di mana ada tiga kepala atau tiga thinking head yang terlibat dalam penulisan suatu skenario film. 

Dalam masa penulisan skenario film ini, seorang produser bertanggung jawab terhadap hal-hal yang makro. Seorang produser harus berpikir di atas sutradara dan penulis skenario. 

Seorang produser berpikir tentang bagaimana cerita menemukan penontonnya, bagaimana cerita bisa menjadi bagian dari persoalan saat ini, apakah cerita ini relevan untuk zaman ini, atau apakah cerita ini benar-benar sesuatu yang diinginkan oleh publik hari ini. Produser juga menyiapkan bagaimana supaya produksi ini bisa berjalan dalam sebuah rancangan, jadwal, dan anggaran tertentu. Produser juga harus menguasai cerita. Dari cerita itulah bisa melihat kemana arah pasar film ini. Jadi inilah kerja paling berat dari seorang produser.

Terkadang di Indonesia posisi seorang produser sering direndahkan. Sering terdengar ungkapan seperti ini, "Ini semua karena tuntutan produser, saya sebenarnya gak mau begitu, tapi produsernya maunya begitu". Jadi seolah-olah produser lebih rendah dari seorang sutradara. Seolah-olah sutradaranya yang lebih tinggi dan lebih pandai dalam bercerita atau membuat film dari pada produsernya. Padahal produser itulah yang paling tinggi dalam sebuah produksi film.Tidak mungkin seorang produser bisa menjadi seorang produser kalau dia hanya berpikir bisnis semata.

Jadi produser berada di paling atas dalam triangle system yang memegang brief atau arahannya. Seorang produser adalah pemilik strategi besar sebuah film. Yang turunan ke bawahnya itu selanjutnya akan menjadi patokan bagi sutradara dan penulis skenario dalam tahap development ini.

Proses triangle system dalam menggarap sebuah skenario film (Dok. Snob Play)

Seorang sutradara pada saat skenario masih ditulis harus memikirkan gagasan tema cerita sambil juga mulai memikirkan secara teknis apa yang harus dilakukan atau pendekatan teknis seperti apa yang akan dipakai. Misalnya apakah kameranya selalu lurus dari depan atau kameranya selalu menggunakan sudut pandang karakter. Sutradara harus mulai memikirkan tonalitas atau atmosfer keseluruhan film.

Ketika seorang sutradara terlibat dalam penulisan skenario maka dia sudah bisa membayangkan misalnya di 20 menit pertama warna film akan lebih kekuningan pencahayaannya (warm). Ketika masuk ke bagian tengah mulai sedikit pucat, gambar dinding rumah, suasana-suasana di luar, masuk ke dalam sebuah musim yang lebih pucat. Dan pada bagian akhir cerita atau babak ketiga, sekitar 20 menit terakhir, warnanya menjadi lebih kebiruan. 

Jadinya film ini awalnya panas, tengahnya agak pucat, dan akhirnya kebiruan. Di bagian penutup yang happy ending, warna kembali ke awal, kembali cerah dan penuh semangat sehingga ketika penonton keluar dari bioskop mereka dipenuhi emosi yang bahagia.

Sedangkan seorang penulis berkonsentrasi pada plot, struktur, dan bagaimana film itu dipastikan tertata penuturan penceritaannya dengan baik. Bagaimana karakternya berkembang, bagaimana nuansa dialognya dapat berjalan, bagaimana peristiwa-peristiwanya ditempatkan sesuai dan konsisten dari waktu ke waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline