Walaupun sudah beberapa kali ke Yogya, kami belum berkesempatan untuk mengunjungi Keraton Yogyakarta atau Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dengan berjalan kaki dari penginapan, kami memilih rute melalui Alun-alun Kidul atau bagian belakang Keraton. Wilayah pedestrian dari penginapan kami ke Alun-alun Kidul cukup nyaman untuk pejalan kaki. Lalu lintas Yogya di pagi itu belum terlalu padat.
Alun-alun Kidul atau sering disebut Alkid termasuk salah satu tempat wisata Yogya yang selalu ramai saat malam hari. Halaman belakang keraton ini menyimpan banyak keseruan dan mitos yang membuatnya menarik untuk dikunjungi. Kita bisa mencoba berbagai macam wisata kuliner Yogya yang lezat hingga permainan tradisional yang sudah cukup sulit ditemukan saat berada di tempat ini. Karena kami berkunjung di pagi hari, Alkid masih sepi. Hanya terlihat beberapa orang sedang berolahraga.
Tak berlama-lama di Alkid, kami segera mencari jalan menuju gerbang keraton. Kami menargetkan bisa masuk keraton seawal mungkin agar bisa mengunjungi destinasi lain di sekitar keraton. Karena selepas tengah hari kami harus segera bertolak ke Solo.
Dengan mengikuti instruksi dari google map kami diarahkan ke jalan masuk di bagian belakang keraton. Awalnya kami ragu mengikuti instruksi google map karena jalan yang kami lewati begitu sepi. Kami khawatir memasuki daerah yang terlarang untuk umum. Apalagi setelah kami memasuki sebuah gerbang yang menghubungkan kami dengan tempat latihan memanah para prajurit keraton, perasaan kami semakin was-was. Khawatir kami akan ditegur dan disuruh putar balik. Syukurnya hal itu tak terjadi.
Ternyata rute yang diinstruksikan google map itu berhasil memperpendek jarak kami menuju gerbang depan keraton. Kami sampai di tempat pembelian tiket saat pengunjung baru saja dipersilakan masuk. Kami pun ikut mengantri. Karena hari libur, pengunjung didominasi oleh para pelajar yang melaksanakan study tour. Banyak juga wisatawan manca negara yang sudah datang.
Keraton Yogyakarta adalah salah satu kerajaan yang masih bertahan hingga saat ini. Tak hanya sisi budayanya saja yang tetap eksis, struktur pemerintahan kerajaan juga tetap utuh dari dulu hingga kini. Sultan memiliki peranan penting dalam kehidupan kraton dalam mengayomi masyarakat, tak heran jika kemudian raja yang tengah bertahta juga dinobatkan sebagai gubernur daerah ini seperti tertuang dalam Undang-undang Keistimewaan.
Keraton Yogyakarta memiliki lambang atau simbol kerajaan yang dijunjung tinggi masyarakat Mataram. Simbol tersebut sarat akan makna serta filosofi yang membawa pada kesejahteraan dan kejayaan kraton. Lambang tersebut dikenal dengan nama Praja Cihna. Praja Cihna dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I yang berasal dari bahasa Sansekerta. Praja berarti abdi negara, sedang Cihna berarti sifat sejati. Secara harfiah Praja Cihna bermakna sifat sejati seorang abdi negara.
Luas Keraton Yogyakarta adalah 14.000 meter persegi. Didalamnya terdapat banyak bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal sultan dan keluarganya serta abdi dalem keraton.