Menulis itu membahagikan bagi kita yang berani mengambil peluang untuk menuliskan apa saja yang dibaca, dilihat, dialami, dirasakan, misalnya penderitaan, kenikmatan, kesedihan, takdir, kegagalan, kesuksesan. Pertanyaannya, kenapa harus dituliskan? Jawaban singkatnya agar kita bisa mengungkapkan dalam tulisan sehingga bisa dijadikan renungan, inspirasi, motivasi, dan pelajaran, dan menjadi pengalaman hidup untuk pribadi dan sesama.
Perubahan dimulai dari sebuah tulisan. Contoh surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis yang mengajak untuk menyembah Allah. Surat dakwah Rasulullah kepada Najasyi (Raja Habasyah), Maqauqis (Raja Mesir), Kisra (Raja Persia), Qaisar (Raja Romawi), Al-Mundziri (Raja Bahrain), Haudzah (pemimpin Yamamah), Alharits (pemimpin Damaskus), dan Raja Oman yang ke semua isi surat itu Rasul mengajak para penguasa dan pemimpin untuk masuk Islam dan masih banyak contoh perubahan bermula dari tulisan.
Jejak Ulama
Ulama seperti Imam Malik dengan karya fenomenalnya Al-Muwattha', Imam Syafi'i dengan karya kitab Al-Umm, Imam Ahmad dengan Musnad, Buya Hamka dengan Tafsir Al-Azhar. Para ulama menuangkan pemikirannya dalam kitab-kitab yang menjadi rujukan bagi umat muslim seluruh dunia. Imam Al-Ghazali menuliskan kitab Ihya Ulumuddin pada setiap sepertiga malam setelah beliau menunaikan shalat tahajjud, Ibnu Rusyd mengarang kitab di malam hari. Nah, bagaimana dengan kita?
Sebuah tulisan tak harus rumit, ngejelimet, dan banyak aturan. Tulisan simpel dan santai bisa menjadi ladang amal kita untuk umat manusia. Jika melirik tingkat nasional kita mengenal sosok M. Fauzil Adhim penulis buku best seller saat berharga untuk anak kita menulis di malam hari, Habiburrahman El-Shirazi novelis nomor wahid Indonesia menulis di malam hari saat-saat hening dan nyaman setelah bermunajat dengan sang Khaliq. Andaikan para penulis tidak terus menuliskan apa yang mereka tahu maka ilmu tidak akan berkembang dan tentunya umat muslim akan mundur jauh ke masa kelam.
Meninggalkan Jejak
Menulis itu perintah Tuhan "demi pena dan apa yang mereka tuliskan"(QS.68:1). Motivasi menulis, perintah Tuhan kepada manusia agar menekuni bidang kepenulisan. Setiap orang punya masa dan usia yang terbatas, sebelum Tuhan memanggil maka sepatutnya kita meninggalkan jejak sejarah yang akan menjadi investasi amal di akhirat. Menulis atas nama Tuhan, hidup hanya sekali atau mati sia-sia, marilah berkarya untuk diri sendiri, keluarga, agama, masyarakat, bangsa dan negara.
Bahagia rasanya melihat para penulis yang telah sukses dengan karyanya, disana ada nama Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Andrea Hirata, Habiburahman El-Shirazy, Muhammad Fauzil Adhim, dan sederet nama mentereng lainnya, mereka icon penulis produktif yang telah banyak menghasilkan buku yang menginspirasi dunia. Teringat saya pada Quote "Kalau kamu bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah," (Imam Al-Ghazali). "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian".( Pramoedya Ananta Toer, penulis buku Tetralogi Buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Ruma Kaca).
Wasilah ke Surga
Tak ada alasan untuk tidak menulis, berbahagialah bagi siapa saja yang bisa masuk Surga, tempat yang indah dan nyaman untuk disinggahi, hadiah yang Tuhan sediakan buat hamba yang berjuang untuk kebaikan diri, dan orang lain. "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah (QS.3:110). Teringat pesan Sayyidina Muhammad "Kharunnas Yanfa'uhum Linnas, tafsiran bebasnya, "Sebaik-baik kamu adalah yang paling berguna untuk sesama".
Menulis menjadi wasilah kita ke Surga. Siapa yang tak mau masuk Surga? tempat mewah itu harus dibayar mahal dengan keringat perjuangan yang tidak gampang, jalan berliku dan terjal. Konsisten menulis dan terus berproses menjadi lebih baik karena menulis menjadi wasilah dakwah Bil Qalam mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.