Lihat ke Halaman Asli

Kalau Tidak Bisa Menjaga, Jangan Merusak

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389165160111398190

[caption id="attachment_289040" align="aligncenter" width="620" caption="Sampah di Pantai Losari"][/caption]

Saya sudah lama tidak ke Losari sampai akhirnya kembali berkunjung ke sana mengantarkan bapak dari Semarang yang sedang berada di Makassar. Sebagai salah satu ikon kota, perkembangan pantai Losari memang sangat pesat. Sekarang ada 2 anjungan yang dibangun di tepi pantai yang menghadap ke barat itu, satu lagi sedang dalam pengerjaan. Total nantinya ada 3 anjungan yang memanjang di pesisir pantai sepanjang sekira 2 KM itu. Beberapa waktu yang lalu saya menginjakkan kaki kembali ke Losari ketika matahari masih terang, sekisar pukul 2 siang. Losari belum terlalu ramai, tidak seperti suasana sore hari menjelang matahari tenggelam. Hanya ada beberapa orang yang berada di sekitar masjid Amirul Mukminin. Sebagian berfoto, mungkin mereka juga wisatawan. Sebagian lainnya duduk berteduh dari sengatan sinar matahari. Ada pemandangan yang sama dengan pemandangan beberapa waktu sebelumnya. Salah satu sudut pantai Losari dipenuhi sampah yang mengapung di atas air laut. Di anjungan pantai, beberapa sampah juga berserakan meski tidak terlalu banyak. Huruf-huruf dari fiber glass yang terpasang di sekitar pantai beberapa di antaranya sudah lubang dan rusak. Padahal setahu saya huruf-huruf itu baru ada di sana dalam kurun waktu setahun belakangan ini. Beberapa coretan juga menempel di tubuh huruf-huruf itu. Sampah dan rusaknya fasilitas umum sepertinya jadi hal yang jamak di negeri ini. Tengok fasilitas umum yang sudah susah payah dibangun pemerintah kota kita, sebagian besarnya jadi tidak terawat dan bahkan mendekati kehancuran. Keadaan itu biasanya ditambah dengan sampah yang berceceran di mana-mana. Masih untung kalau hidung kita tidak mencium bau pesing dari sudut-sudut fasum itu. Keadaan yang sama bisa kita temui di tempat wisata. Banyak tempat wisata di negeri ini yang rusak tak terawat, bahkan dipenuhi sampah dan coretan di sana-sini. Beberapa waktu yang lalu akun @Jalan2seru_Mks melepas sebuah gambar aksi vandalisme dari seorang warga di sebuah tempat wisata yang sudah termasuk cagar alam. Si pelaku tanpa rasa berdosa menuliskan akun twitternya di dinding gua, seolah-olah itu acara yang tepat untuk membuatnya terkenal. [caption id="attachment_289041" align="aligncenter" width="620" caption="Coretan di dinding Fort Rotterdam"]

1389165268469684756

[/caption] Saya juga pernah menemukan hal yang sama. Di dinding benteng Fort Rotterdam yang sudah termasuk cagar budaya itu tanpa malu-malu beberapa orang menuliskan nama dan akun twitternya di sana. beberapa di antaranya malah terkesan sangat bangga bisa menulis namanya dan nama kekasihnya. Sialan!

Tidak Sadar dan Tidak Disadarkan.

Kondisi ini sepertinya memang dipengaruhi banyak hal. Pertama, warga memang pada dasarnya masih kurang punya kesadaran kalau sesungguhnya mereka juga jadi pemilik dari fasilitas umum dan tempat-tempat wisata itu. Kedua, pemerintah juga memang kurang berusaha mendorong kesadaran warga. Mereka hanya bisa menyediakan dan setelah itu lupa bagaimana pentingnya menarik warga agar ikut merasa memiliki fasilitas umum dan cagar budaya itu. Saya membayangkan seandainya saja pemerintah kota atau daerah mau sedikit saja bersusah payah melibatkan warga tentu hasilnya bisa berbeda. Memberdayakan warga sekitar atau komunitas-komunitas yang ada tentu bisa ikut meningkatkan kesadaran untuk bersama-sama menjaga fasilitas umum dan cagar budaya. Warga sekitar atau komunitas-komunitas bisa ikut membangun kesadaran sekaligus menerapkan sanksi moral untuk para pelanggar atau para perusak itu. Pemerintah tinggal mengarahkan dan memberi dukungan saja. Tapi tentu saja ini harus diawali dengan persepsi dan niat yang sama. Pemerintah kota atau daerah berniat memberikan fasilitas umum yang baik dan warga yang dilibatkan juga punya niat untuk ikut menjaga. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, wargapun tidak bisa membiarkan pemerintah bekerja sendirian. Sayangnya karena untuk menjembatani dua sisi ini kadang masih sulit, belum ada jembatan yang nyaman atau mungkin belum ada niat dari dua sisi untuk membangun jembatan yang sama. Untuk sementara mungkin kita bisa mulai dari diri sendiri, kalau tidak bisa ikut merawat setidaknya jangan merusak. Bukan begitu? [dG]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline