Lihat ke Halaman Asli

Kampus Kerakyatan yang Kini Menjauh dari Rakyat

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidikan pada hakekatnya adalah milik seluruh rakyat dan bukan milik sebagian rakyat yang berduit saja. Di kampus tempat saya berkuliah sekarang ternyata tak mau kalah dalam meng-eksklusifkan diri dari semangat kerakyatannya yang telah dirintis oleh para pendiri universitas. Saat PPSMB kemarin,saya dan teman-teman lain telah diberi materi ke-UGM-an yang disitu diterangkan banhwa UGM adalah kampus kerakyatan. Tapi realitanya? Apakah tingginya SPMA itu mencerminkan semangat kerakyatan? Apakah kebijakan KIK itu juga semangat kerakyatan? Ternyata Universitas yang selama ini saya anggap terbaik menyimpan kebusukan komersialisasi pendidikan yang tanpa disadari kita telah menjadi korban dari komersialisasi itu. Berapa banyak teman kita diluar sana yang terpaksa melepas predikat mahasiswa UGM hanya karena SPMA yang terlalu berat bagi ukuran penghasilan orang tua mereka. Memang kita semua sudah tau bahwa besarnya SPMA itu didasarkan pada penghasilan orang tua, tapi seringkali SPMA itu tidak masuk akal juga. Misal di Fak.Kedokteran SPMA 3 = 5.000.001-7.500.000 dikenai biaya 20.000.000 dan SPMA 4 = 7.500.001 keatas dikenai biaya 100.000.000,- Bila ada orang tua dengan penghasilan 7,5 juta dan 7,6 juta berarti si orang tua berpenghasilan 7,6 juta yang hanya berselisih 100.00 rupiah dengan yang berpenghasilan 7,5 juta harus membayar biaya SPMA dengan selisih 80.000.000 dengan yang berpenghasilan 7,5 juta yang kena biaya 20.000.000 (dikutip dari twitter @gertak_ugm dengan pengembangan). Apakah itu rasional? Apa itu yang namanya kerakyatan menurut petinggi Universitas yang katanya Universitas kerakyatan ini? Dalam kasus ini UGM telah jauh melenceng dari hakekatnya sebagai kampus kerakyatan yang harusnya mengabdi untuk mencerdaskan rakyat. Tapi realitanya sekarang adalah seakan-akan Universitas ini berslogan “Orang miskin dilarang masuk UGM”, Saya menjadi sedikit kecewa ketika mengetahui fakta di lapangan bahwa kampus ini sekarang tak lagi ramah dengan yang namanya Kerakyatan, kampus ini sekarang lebih memilih untuk beramah-tamah dengan para kapitalis semakin menindas rakyat hari ini. Mereka mencekik dan membuang mereka yang sebenarnya memiliki kwalitas tapi tak memiliki biaya dan mereka lebih memilih orang-orang bodoh yang berperisai modal besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline