Salah satu keniscayaan dalam hidup adalah komunikasi. tanpa komunikasi, adanya kehidupan sama halnya dengan ketiadaannya. Tidak bisa tidak, semua makhluk hidup membutuhkan komunikasi untuk menikmati hari-harinya. Dengan bahasa lain, apapun yang dibutukan manusia itu hanya bisa terpenuhi dengan komunikasi.
Sebagai konsekuensinya, komunikasi adalah bagian dari tindakan manusia. Itu bisa dilihat dari empat unsur yang mendasari adanya suatu tindakan. Adalah teleologis, normatif, dramaturgik, dan komunikatif. Pertama, itu adalah suatu tindakan yang orientasinya pada tujuan. Suatu tindakan baru akan dilakukan selama itu memiliki tujuan, kalau tidak, maka tindakan itu tidak akan pernah ada. Kedua, itu adalah tindakan yang dasarnya pada norma-norma atau aturan. Dengan ucapan lain, seseorang baru mau melakukan sesuatu saat itu memiliki aturan atau sesuai aturan yang ada. Ketiga, itu adalah tindakan yang motivasinya pada citra atau pencitraan. Seseorang mau melakukan sesuatu karena dibalik itu ada tujuan yang terselebung. Dan yang terakhir adalah apa yang dimaksud dalam paragraf ini—komunikasi adalah bagian dari tindakan. Dalam artian, komunikasi merupakan dasar dari segala tindakan yang ada.
Satu hal lagi yang menarik dalam komunikasi adalah keterkaitannya dengan paradigma subjek-objek. Bisa dikatakan, cara pandang komunikasi sangatlah berbeda dengan paradigma itu. Paradigma subjek-objek adalah cara pandang yang selalu dipakai di masa modern. Hal itu dipakai dengan postulasi bahwa rasio atau akal manusia hanya berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kepentingan—rasio instrumental. Selama paradigma semacam itu dipakai untuk memahami benda, maka itu tidaklah masalah karena ada pihak yang dijadikan objeknya, yaitu benda tersebut. Akan tetapi, kalau paradigma tersebut dipakai untuk memahami manusia, itu akan bermasalah. Sebab, bagaimanapun, manusia tidaklah benda yang selalu bisa dijadikan objek. Dalam suatu obrolan dua orang misalnya, untuk menemukan siapakah objek atau subjek antara keduanya pastilah sangat sulit. Oleh karenanya, sebagai kritikan sekaligus alternatif akan itu, komunikasi mampu menghadirkan satu lagi cara pandang yang berbeda, yaitu paradigma subjek-subjek. Dengan paradigma semacam ini, manusia tidak lagi dipandang sebagai benda dan inilah yang disebut sebagai rasio komunikatif. Rasio komunikatif menuntut seseorang untuk menggunakan akalnya bukan saja sebagai subjek yang mendominasi objek, tetapi juga sebagai subjek yang menghargai subjek lain: manusia.
Secara prinsip, rasio komunikatif adalah basis dari adanya kesimpulan bahwa dasar eksistensi manusia adalah komunikasi. Itu bisa dilihat dari posisi rasio komunikatif sendiri yang sudah berhasil menghadirkan satu paradigma baru bagi manusia, yaitu subjek-subjek. Paradigma subjek-subjek menuntut manusia untuk menganggap manusia sebagai subjek yang dinamis dan harus dipahami. Dan supaya itu bisa berhasil, maka jalan satu-satunya adalah dengan memulai komunikasi. Oleh karenanya, menarik untuk dikatakan bahwa posisi rasio komunikatif adalah sebagai basis atas kesimpulan tersebut. Dan inilah yang dikenal sebagai communicative action.
Public Sphere
Berdiskusi tentang communicative action, satu hal lagi yang tidak bisa diremehkan adalah ruang publik. Diterima atau tidak, ruang publik adalah penentu akhir atas semua konsep di atas. Kalau ruang publik tempat komunikasi berlangsung itu sehat, maka konsep konsep tersebut berfungsi, begitu juga sebaliknya. Adapun indikasi-indikasi suatu ruang publik bisa dikatakan sehat adalah adanya kebebasan berekspresi, tidak ada determinasi satu sama lain, dan tidak ada suatu sistem yang mengekang.
Untuk yang pertama dan kedua, jika keduanya memang ada dalam suatu lingkungan, maka komunikasi yang berlangsung bukanlah communicative action, tetapi kolonisasi. Dan berbicara tentang kolonisasi, ada dua pihak yang tidak bisa dilepaskan, yaitu negara dan pasar. Sehingga, dua hal yang berpotensi membatasi kebebasan berekspresi—yang nantinya berdampak pada communicative action—adalah negara dan pasar.
Sedangkan untuk yang ketiga, itu berhubungan dengan sistem dan life world dalam dunia sosial. Sistem di sini mewakili organisasi tertentu, tradisi, dan semacamnya. Adapun life world mewakili cara pandang manusia untuk memahami hidup sebagai kesempatan untuk berbagi. Dan dalam hal ini, sistem selalu berpotensi untuk mengganggu life world yang ada. Sehingga, tidak bisa tidak, itu juga akan menganggu kebebasan seseorang untuk berekspresi, untuk berkomunikasi, dan lain sebagainya. Ruang publik yang sehat adalah satu hal penting guna mendapatkan komunikasi yang baik dan bagi Habermas, itu disebut rasionalisasi kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H