Lihat ke Halaman Asli

Sufitno

Sufitno Sanangka

PSBB, Aktivitas Perekonomian Pasif

Diperbarui: 6 Juli 2020   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh : Sufitno Sanangka
Pemerhati Ekonomi,
Advokasi dan Mediasi, IAP Maluku Utara

Sejak ditetapkannya Indonesia sebagai Negara dengan  Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19), melalui Kepres RI, Nomor 11 Tahun 2020. Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2020, Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19), menjadi dasar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menerapkan kebijakan PSBB.

Apa itu PSBB ?
PSBB adalah singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dianggap mampu mempercepat penanggulangan sekaligus mencegah penyebaran virus corona yang semakin meluas di Indonesia. PSBB itu sendiri merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mencegah kemungkinan penyebaran virus corona, yang mana juga telah tertuang di dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020. 

Tertulis pula di dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2, bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. Pertama, yaitu jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan secara cepat ke beberapa wilayah. Kedua, yaitu bahwa wilayah yang terdapat penyakit juga memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa yang terdapat di wilayah atau negara lain.

Apa Saja yang Dibatasi dalam PSBB ?
Dengan diterapkannya PSBB, khususnya dipusat kota, diharapkan hal ini dapat mencegah sekaligus memperlambat penyebaran virus corona di seluruh wilayah di Indonesia. Berbeda dengan himbauan social distancing, PSBB dapat dikatakan menerapkan peraturan yang jauh lebih ketat untuk masyarakatnya. terdapat beberapa hal yang dibatasi selama PSBB ini berlangsung, diantaranya adalah aktivitas di sekolah dan tempat kerja, kegiatan keagamaan, kegiatan ditempat umum atau fasilitas umum, kegiatan social dan budaya, operasional transportasi umum serta pertahanan dan keamanan.

Bagaiman Dampak Terhadap Aktivitas Perekonomian ?
Berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang makin meluas di tanah air menghentikan roda perekonomian. Banyak aktivitas perdagangan dan industrian yang terganggu seperti Mall, restoran, hotel, property dan lain-lain yang terancam tutup bahkan berhenti. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan bakal terkoreksi dalam.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama anggota DPR Komisi XI pada Rabu (6/5/2020), mengatakan dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan physical distancing yang makin meluas di Indonesia akan memperburuk pertumbuhan ekonomi di 2020. Berkaca pada penerapan physical distancing di Jabodetabek sejak Maret, ekonomi Indonesia tumbuh 2,97% lebih rendah dari target 4,4%. Sebaliknya konsumsi masyarakat jatuh menjadi  2,84% pada kuartal pertama 2020 dari pertumbuhan rata-rata 5,0%. Padahal, konsumsi menjadi penopang utama perekonomian, dengan porsi lebih dari 50%.  Tak hanya ekonomi (perdagangan dan jasa), dari aspek transportasi juga mengalami drop karena akibat dari diberlakukannya kebijakan PSBB sehingga efek dominonya ke permintaan lain.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Kompas.com,31/5/2020) sebelumnya menyampaikan, dampak ekonomi dari Covid-19 mulai terasa di Jakarta. Pendapatan pajak turun dari Rp 50,17 triliun menjadi Rp 22,5 triliun, tinggal 45 persen. Anggaran Jakarta turun dari Rp 87,9 triliun menjadi Rp 47,2 triliun, atau tinggal 53 persen.

Tak hanya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di wilayah Indonesia Bagian Barat, dampak memburuknya pertumbuhan ekomomi akibat PSBB juga terasa di kota-kota wilayah Indonesia Bagian Timur, khususnya Maluku Utara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, Ekonomi Maluku Utara triwulan I-2020 dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q) turun sebesar 2,87 persen. Dari sisi produksi, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa lapangan usaha. Sementara dari sisi Pengeluaran disebabkan oleh kontraksi pada Komponen Ekspor Luar Negeri (minus 40,77 persen) dan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (minus 37,27 persen). Pada Mei 2020, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,89 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,79. Kelompok yang mengalami inflasi yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,08 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,53 persen; kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,07 persen; kelompok transportasi sebesar 8,21 persen.

Perkembangan kasus baru dan meningkatnya kasus kematian Covid-19 menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mencermati pelaksanaan PSBB. Hingga saat ini,sejumlah wilayah di Indonesia sudah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun angka positif covid 19 tidak kunjung berkurang, hingga kini tertanggal 5 Juli 2020, angka positif covid 19  di Indonesia terkonfirmasi  mencapai angka 63.749 kasus. Sementara untuk Provinsi Maluku Utara terkonfirmasi mencapai angka 953 kasus. (Covid19.co.id).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline