Legal kah Pemerintah menaikkan iuran BPJS lagi?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan tersebut diambil di tengah pandemi virus Corona. Pada saat banyak PHK akibat Corona yang sampai sekarang sudah tercatat 2 juta lebih.
Teganya pemerintah menaikkan iuran BPJS, Kasihan rakyat, ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Padahal sesuai aturan, karena Corona kasus Pandemi, pembayaran pasien yang dirawat bukan oleh BPJS , jadi logika menaikkan iuran BPJS tidak masuk akal.
Yang perlu di garis bawahi adalah, baru seumur jagung pembatalan oleh Mahkamah Agung, terhadap kenaikan iuran BPJS , kembali Pemerintah mengeluarkan Perpres kenaikan lagi. Legalkah Perpres tersebut?
Seperti diketahui, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung bulan Februari 2020 melalui putusan judicial review terhadap Perpres 75/2019.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Putusan tersebut ditetapkan pada hari Kamis tanggal 27 Februari 2020 yang lalu.
Keputusan ini terjadi setelah MA menerima dan mengabulkan sebagian dari judicial review yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI)
Baru 3 bulan Perpres 75 tahun 2019 dibatalkan oleh Mahkamah Agung, kembali Pemerintah menaikkan iuran BPJS yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada hari Selasa, 5 Mei 2020 dan mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang.
Kenaikan iuran BPJS tersebut adalah sebagai berikut:
Kelas I: kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari yang sebelumnya Rp 80.000
Kelas II: kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari yang sebelumnya Rp 51.000
Kelas III: kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000
Tetapi Pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kalau kita perhatikan, kenaikan tersebut sekitar 2 x dari iuran sebelumnya.
Ada yang menarik pada iuran kelas III, Pemerintah memberi subsidi sehingga iuran klas III se olah2 tidak naik. Ini kiat pemerintah se olah2 masih memikirkan rakyat jelata untuk menarik simpati mereka.
Mari kita bermain dengan angka
Misal satu keluarga terdiri dari ayah ibu yang mempunyai 2 anak, terdaftar sebagai klas I, berarti yang diperlukan membayar iuran BPJS sebelumnya 4xRp 80.000 = Rp 320.000, sekarang menjadi 4 x Rp 150.000 = Rp 600.000. Ada selisih pengeluaran Rp 280.000/ bulan. Walaupun ada opsi bisa turun kelas, misalnya turun kelas II, iurannya menjadi 4 x Rp 51.000 = Rp 204.000
Ada kendala lagi bahwa bila mondok nantinya akan menempati klas II dan hanya boleh naik satu kelas keatas, jadi ke kelas 1 dengan selisih perhitungan rawat inap dibebankan pada peserta. Ada lagi syarat yang harus dipenuhi untuk dapat turun kelas , mereka harus sudah menjadi peserta BPJS selama minimal satu tahun.