Lihat ke Halaman Asli

Priyono Budisuroso

Dokter SpA di Purwokerto

Pemimpin: Telaah figur capres 2014.

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik, kolom Opini Koran Kompas, Kamis 26 Juni2014, ditulis oleh Hamdi Muluk dengan judul : Ilusi Pemimpin Besar .

Berangkat dari peribahasa Minangkabau (saya sendiri merasa lebih memilih frasa: falsafah) : Pemimpin itu ditinggikan seranting, didahulukan selangkah.

Inti dari artikel tersebut, kalau boleh saya menyimpulkan bahwa, seorang pemimpin tidak secara " ujuk- ujuk" atau tiba- tiba menjadi besar.

Sebelumnya orang beranggapan bahwa pemimpin itu semacam Satrio Piningit, Raja Agung, semacam Ratu Adil yang sengaja diutus Tuhan untuk menyelesaikan masalah didunia, sehingga akhirnya pada kemunculan pemimpin besar, sering disertai pengkultusan pemimpin tersebut sehingga kadang dianggap setengah Dewa.

Ciri pemimpin menurut falsafah Minang, membuka mata kita untuk Pencerahan : Pemimpin itu ditinggikan seranting, didahulukan selangkah. Artinya tidak ada seorang pemimpin yang tiba- tiba menjadi tenar dan memimpin, harus ada proses bertahap dari bawah lama-lama naik kepuncak ketenaran dan kepemimpinan.

Falsafah tersebut memberi makna kearifan dan dapat diterapkan dalam memilih pemimpin. Nah, atas dasar konsep falsafah Minang tadi, marilah kita menerapkan pada calon pemimpin kita, Presiden 2014-2019.

Pemilu Presiden RI 2014 yang akan dilaksanakan tgl 9 Juli 2014, sudah  menyisakan pada 2 pilihan yaitu Prabowo, usungan partai Gerindra dan Jokowi, usungan PDI-P.

PRABOWO SUBIANTO, CAPRES NO URUT 1.

Prabowo, capres no 1 yang diusung Gerindra dan koalisinya, adalah Pangkostrad dengan pangkat Letnan Jendral masa  Orde Baru. Walaupun banyak pihak meragukan prestasinya  yang dikaitkan dengan menantu Presiden Soeharto, pada  kenyataannya Prabowo adalah ” the rising star”, pada jamannya. Tidak bisa dipungkiri, apabila dikaitkan dengan menantu Presiden, tentunya Presiden bisa saja memberikan dispensasi lewat Pangab agar Prabowo ” duduk manis” saja, jangan dilibatkan pada situasi yang ” bisa mengancam keselamatan ” jiwanya.  Pada kenyataannya Prabowo tidak merasakan ” pilih kasih” dari pimpinannya. Prabowo tetap  diterjunkan pada beberapa operasi militer dalam menjaga tegaknya NKRI, operasi di TIMTIM dan pembebasan penculikan warga asing pada kasus Mependuma adalah beberapa contohnya. Untuk kenaikan pangkatnya yang disebut sangat fantastik, tidak lepas dari prestasi yang diraihnya, karena sebelum seseorang dinaikkan pangkat dan jabatannya , ada yang disebut Dewan Pertimbangan Jabatan, atau apapun namanya yang mengevaluasi kelayakan seorang tentara dalam hal ini Perwira Tinggi untuk naik pangkat dan menduduki jabatan promosi. Jadi apabila banyak pihak meragukan promosi  Prabowo yang bak meteor dihubungkan dengan faktor mantunya Soeharto, Presiden RI saat itu, tanyakan  saja pada pada Pimpinan Prabowo saat itu atau pada Dewan Pertimbangan Jabatan.Artinya Prabowo menapak karier kemiliterannya dari lulus Akabri th 1974 sampai 1998, yang berlangsung sekitar 24 tahun, dimulai dari Letnan dua, letnan satu, kapten, mayor, Letnan Kolonel, Kolonel, Brigjen, Mayjen dan terakhir Letnan Jendral.

Prabowo  adalah bekas militer, setidaknya diharapkan bila nantinya memimpin negeri ini akan tegas dan jujur, dengan platform Ekonomi Kerakyatan yang diusung Partai Gerindra, banyak mencuri simpati. Sayangnya tokoh ini masih menyisakan masalah HAM masa lalu saat terjadi kerusuhan Mei 1998 dan penculikan Aktivis saat masa Orba, walaupun sampai sekarang belum bisa dibuktikan. Kalau kita berpikir secara jernih persoalan masa lalu, apabila toh Prabowo dianggap sebagai dalang kerusuhan Mei dan Penculikan, predikat “dalang” adalah sangat berlebihan, karena melihat struktur Komando pada Militer, belum memungkinkan Prabowo sebagai ” dalang” , karena saat itu jabatannya adalah Pangkostrad, masih ada struktur komando diatasnya.Kalaupun rumor tentang kerusuhan dan penculikan tadi benar dilakukan oleh Prabowo, peran sertanya sebatas sebagai ” pelaksana perintah” dan bukan “dalang”. Patut disimak pernyataan bijak Pius Lustrilanang, bekas aktivis yang diculik saat itu : ” kalau saya berada pada posisi  dia ( maksudnya Prabowo), saya akan melakukan hal yang sama”

Marilah kita kupas kesimpulan Komnas HAM yang menyatakan terjadi  Pelanggaran HAM Berat pada peristiwa 1997/1998 .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline