Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah Gagal Mengendalikan BBM Bersubsidi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu terungkap dalam bentuk sindiran Hatta Rajasa yang mengatakan bahwa “ Program penghematan BBM jalan ditempat, mana itu RFID, ngomong doang, capek kita, mana itu pengendalian “. Lebih lanjut Hatta berjanji memfokuskan diri pada penyehatan fiskal yang tidak boleh melebihi angka 3 persen. Konsumsi BBM tidak boleh melebihi kuota sebesar 48 juta kilo liter yang telah ditentukan dalam APBN. Besarnya impor BBM bersubsidi bisa mengancam stabilitas perekonomian nasional, sebab tingginya konsumsi BBM bersubsidi berkorelasi dengan anggaran subsidi dan bisa mengancam kesehatan fiskal negara.

Menteri ESDM mengaku, berat bila terus impor BBM, anggaran negara habis hanya untuk kepentingan subsidi, sehingga kepentingan lain menjadi terabaikan. Ketika diawal tahun ini kurs rupiah sempat pada angka 12 ribu dollar, JK mantan wkl presiden mengatakan pemerintah harus segera menaikan harga BBM bersubsidi, karena dengan kurs yang tinggi itu biaya impor BBM bersubsidi semangkin membengkak, subsidinya ketinggian. Pesan itu sejalan dengan penilaian Bank Dunia, bahwa target pemerintah untuk menjaga defisit APBN agar tidak melebihi sebesar 2,5 persen kemungkinan sulit dicapai, walaupun dengan mengajukan APBN perubahan, langkah yang tepat adalah dengan menaikan harga BBM bersubsidi, Namun mengingat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi tahun lalu cukup mengganggu, maka kebijakan menaikan lagi harga BBM bersubsidi dengan rentang waktu yang singkat bukanlah solusi mudah, dan pemerintah pun terkesan mulai putus asa karena gagal menekan konsumsi BBM bersubdi, itu terlihat dari saling menyalahkan, termasuk dengan menyindir rakyatnya “ Orang kaya isi mobilnya pakai premium, punya perasaanlah, tak tahu diri, mampu beli mobil tapi mikir beli bensin “

Sindiran diatas diabaikan dan juga tidak tepat, karena bilamana BBM bersubsidi dijual bebas, maka rakyat bebas memilih untuk membeli, dan bila pemerintah menyalahkan rakyat, maka rakyat juga bisa balik menyalahkan pemerintah karena tidak jujur dalam memutuskan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi itu. sebab pengendalian BBM bersubsidi itu cukup sederhana, tetapi pemerintah memilih cara berbelit yang mengarah diproyekan, lalu munculah RFID proyek semusim pemilu yang berpotensi mengulangi kasus bank century.

Tidak dipungkiri konsumsi BBM bersubsidi melonjak karena pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi, namun bilamana pemerintah tegas menjalankan kebijakan dua harga BBM bersubsidi di setiap SPBU, maka pengendalian dan penghematan BBM bersubsidi akan bisa tercapai. Harga BBM bersubsidi hanya diperuntukan untuk kendaraan umum dan motor dan dilayani oleh dispenser yang terbatas, sedangkan kendaraan lainnya dilarang mengkonsumsi BBM bersubsidi. Cara ini sederhana, tepat sasaran,mudah dilaksanakan dan tidak berdampak gejolak ekonomi, juga tidak perlu diproyekan, namun karena birokrasi dipemerintahan yang berprilaku buruk “ Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah, kalau bisa diperlama kenapa dipercepat, kalau bisa berbiaya, kenapa gratis, kalau bisa diproyekan, diproyekan saja “ maka permasalahan BBM bersubsidi tidak pernah selesai, apalagi bila dikaitkan dengan nilai anggaran BBM bersubsidi yang berjumlah ratusan triliunan rupiah, itu telah menggoda untuk diakali, sehingga bermunculan berbagai proyek aneh yang tidak jitu untuk pengendalian BBM bersubsidi itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline