Lihat ke Halaman Asli

Iwan Permadi

TERVERIFIKASI

Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

Gedung Joang'45, Saksi Sejarah Akselerasi Pemuda dalam Kemerdekaan RI

Diperbarui: 6 Januari 2019   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto pribadi

Mengunjungi museum saat ini bukan hanya berwisata melihat barang-barang peninggalan masa lalu namun yang terpenting mempelajari dan memahami kehidupan tempo dulu dengan segala suka dukanya untuk diambil hikmahnya sebagai modal untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Gedung Juang 45 atau Museum Joang 45 yang beralamat di Jalan Menteng Raya nomor 31 Jakarta banyak menyimpan kenangan masa lalu sejak jaman pra kemerdekaan hingga kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Dari koleksi foto, dokumen, patung dan barang-barang yang ada terungkap betapa Kemerdekaan Indonesia ternyata tidak mudah diraihnya  dan intinya ada benang merah di sana di mana terjadi pertarungan pemikiran antara generasi muda dan tua dalam menyikapi kekalahan Jepang pada tahun 1945 saat dua bom atom menghantam kota Hiroshima dan Nagasaki.

Generasi tua menginginkan kemerdekaan diproklamirkan setelah Jepang mengizinkan (alias menghadiahkan) kepada bangsa Indonesia yang telah membantu mereka dalam Perang Asia Timur Raya, sementara generasi muda gengsi bila kemerdekaan karena "hadiah" tapi harus direbut dan saat inilah (kevakuman kekuasaan karena Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu) waktu yang tepat untuk mendapatkan kesempatan itu.  

Pemuda generasi muda saat itu seperti Sukarni, Chaerul Saleh, Wikana dan Adam Malik adalah para pemuda Menteng 31 yang memaksa Soekarno dan Hatta, yang dianggap generasi tua, untuk dicuci otaknya, bahasa sekarang atau dibrainwash, agar tidak kompromi dan harus mewakili semangat anak muda yang revolusioner untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945

Para pemuda ini membawa dua tokoh tersebut ke Rengasdengklok, Karawang untuk meyakinkan mereka bahwa kemerdekaan itu harus direbut bukan menunggu untuk diberikan.

Dan terbukti feeling para anak muda yang pastinya pemberani,revolusioner dan militan terbukti Kemerdekaan RI 74 tahun lalu menjadi sejarah paling penting dalam tonggak sejarah bangsa ini, apalagi kalau bukan mampu memerdekakan diri dari penjajah baik Belanda maupun Jepang

Kemerdekaan yang tidak diakui Belanda (sudah pasti) karena mereka akhirnya dengan membonceng sekutu (Inggris) melancarkan serangan untuk menggoyang kemerdekaan RI yang baru beberapa bulan diproklamirkan. Belum lagi Agresi Belanda pada tahun-tahun sesudahnya membuktikan untuk merdeka dan berdaulat, negeri ini sulit sekali meraihnya karena tidak hanya keringat, air mata namun juga tetesan darah dari para pahlawan yang mungkin termasuk buyut dan kakek/nenek kita.

Peran pemuda Menteng 31 ini ternyata tidak hanya ikut "memaksa" Soekarno dan Hatta segera mengumumkan Kemerdekaan Indonesia namun juga meyakinkan rakyat bahwa keinginan Merdeka bukanlah keinginan para "elite politik" di Jakarta namun keinginan seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka itulah para pemuda ini menjadi inisiator dan pelaksana Rapat Besar Ikada di lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) yang sekarang tepatnya ada di bagian selatan dari Monas (Monumen Nasional) yang dihadiri ribuan orang pada 19  September 1945, dimana Bung Karno menjadi orator tunggal mewakili rakyat Indonesia yang menginginkan kemerdekaan Indonesia secara penuh dan berdaulat.

Dilihat dari kaca mata saat ini, pandangan para milineal yang kadang nyeleneh janganlah langsung dicap sebagai suatu kesalahan apapun tindakannya yang dianggap melenceng dari pemikiran seniornya karena bisa saja ide-ide liar itu memang sesuai kebutuhan jaman. Lihat disrupsi ekonomi seperti lahirnya banyak start-up company (perusahaan rintisan) yang mampu menjadi perusahaan unicorn karena punya aset lebih dari 1 milyar US Dollar atau Rp.14 trilyun (1 US Dollar=Rp.14.000) seperti Gojek, Bukalapak , Tokopedia dan Traveloka  mampu bersaing dalam ekonomi global yang tidak menentu ini.

Wisata sejarah memang bukan hanya kita kagum dengan benda-benda lawas pada masanya, namun juga mampu melawan lupa kepada kegetiran dan kepahitan masa lalu untuk tidak diulang oleh generasi sesudahnya.

"A people without the knowledge of their past history, origin and culture is like a tree without roots"  (Orang tanpa pengetahuan sejarah masa lalu, asal dan kebudayaannya seperti pohon tanpa akar)-Marcus Garvey.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline