Bunyi murai adalah bel alam bagi lelaki tua berkulit hangus itu
Dengan topi caping, bersenjata pecut ia siap mengais rezeki
Menantang ganasnya tatapan Sang Surya demi nyawa-nyawa yang berteduh di gubuknya
Ia bersiul, bersenandung sembari menggiring kerbau-kerbau untuk menenggala sawah
Katanya, aku akan binasa tatkala hidup tanpa mimpi dan kebolehan
Zaman yang kian hari makin sesak dengan manusia-manusia egois dan tamak
Aku akan mati diterkam musuh, penguasa bahkan kawanku sendiri
Karena sejatinya hidup, layaknya perlombaan, yang kalah akan musnah
Di atas dipan-dipan yang hampir sekarat itu, ia mengajariku bersujud
Mengeja kalam-kalam Tuhan di tengah bisingnya para makhluk penghuni malam
Menggendongku dalam dinginnya subuh untuk menunaikan panggilan Sang Khalik