Lihat ke Halaman Asli

ioanes rakhmat

Science and culture observer

Di Mana Posisi Politisi Indonesia dalam Piramida Abraham Maslow?

Diperbarui: 6 Oktober 2016   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber image Maslow 2 http://kopywritingkourse.com/marketing-psychology/

Pada tahun 1943, dalam artikelnya yang berjudul “A Theory of Human Motivation”, psikolog Amerika, Abraham Maslow, mengetengahkan teorinya mengenai peringkat kebutuhan manusia, mulai dari yang paling dasariah sampai ke tingkat teratas, yang mencakup lima peringkat. 

Teori ini umumnya dikenal lewat “piramida hierarki kebutuhan-kebutuhan manusia” menurut Maslow,/1/ meskipun dia sendiri hanya mendaftarkan kebutuhan-kebutuhan ini, sementara bentuk piramidanya dibuat orang lain belakangan.

Dengan disusun sebagai piramida kebutuhan-kebutuhan manusia, tahulah kita dengan jelas, bahwa makin tinggi suatu jenjang, makin sedikit dicapai orang. Sebaliknya, makin rendah suatu jenjang, makin banyak orang yang diam di situ, menjadi suatu posisi massal, posisi kerumunan, posisi orang banyak.

Dalam berbagai riset sosiologi, pelatihan manajemen, dan pendidikan psikologi (untuk tingkat sarjana), teori Maslow kini masih dipakai, meskipun teori “attachment” lebih banyak dipakai sekarang ini dalam psikologi klinis, psikiatri dan pendidikan psikologi tingkat pasca-sarjana./2/

Teori hierarki kebutuhan-kebutuhan Maslow ini saya percaya sudah diketahui luas oleh kalangan terpelajar di Indonesia. Jadi, pada kesempatan ini tidak perlu lagi teori ini diuraikan panjang lebar dengan detail. Gambar yang terpasang di bawah ini dengan jelas sudah berbicara sendiri mengenai lima peringkat kebutuhan manusia menurut Maslow. Cukup beberapa hal saja dikemukakan menyangkut teori ini.

Sumber image Maslow 1 http://www.docstoc.com/docs/129551889/Maslow%EF%BF%BDs-Hierarchy-of-Needs

Teori ini disusun lewat kajian-kajian psikologis lapangan atas banyak orang terkenal (misalnya Albert Einstein, Jane Addams, Eleanor Roosevelt, Frederick Douglass) dan 1% mahasiswa paling sehat di Amerika. Teori ini dimaksudkannya sebagai sebuah proposisi umum dan tidak harus setiap orang mengikuti dengan kaku pola-pola perkembangan yang diusulkan.

Selain itu, dalam setiap peringkat, tidak semua kebutuhan akan seketika terpenuhi dengan lengkap, melainkan hanya sebagian-sebagian saja, bertahap. Begitu juga, Maslow menemukan bahwa sarana-sarana yang diperlukan untuk memenuhi setiap jenjang kebutuhan berbeda-beda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain.    

Dalam lima peringkat kebutuhan ini (ini yang orisinal diajukan Maslow), tiga kebutuhan pertama (dimulai dari yang paling bawah pada piramida) disebutnya sebagai “kebutuhan-kebutuhan karena kekurangan” atau “deficiency needs”, disingkat D-Needs. D-Needs ini juga disebut kebutuhan-kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan-kebutuhan dasariah hewani seperti makanan, duit, harta, udara hangat, perlindungan, rasa aman, keintiman, kekayaan, tidur, seks, komunitas, dan kebutuhan-kebutuhan ragawi lain.

Kebutuhan-kebutuhan pada peringkat keempat dan kelima teratas adalah kebutuhan-kebutuhan psikologis untuk pertumbuhan (“growth”) menuju kondisi menjadi manusia sepenuhnya (“Being”); oleh Maslow dua peringkat kebutuhan teratas ini dinamakan B-Needs.

Dalam B-Needs, kebutuhan “self esteem” mencakup antara lain kebutuhan untuk dihargai, untuk memiliki martabat diri, marwah pribadi, respek terhadap diri sendiri, kepercayaan diri, mencapai prestasi-prestasi, kebutuhan diri diterima orang lain, dan kebutuhan untuk respek kepada orang lain. Jika semua kebutuhan ini terpenuhi, seseorang akan merasa bangga dengan dirinya sendiri, melihat kehidupan ini berharga, dan memandang sesama dengan rasa hormat. Jika terjadi ketidakseimbangan dalam kebutuhan peringkat kelima ini, orang akan memandang diri sendiri tidak berharga, inferior, dan tidak bermartabat.

Kebutuhan “aktualisasi diri” sebagai kebutuhan teratas dalam B-Needs adalah kebutuhan memenuhi semua potensi dan kapasitas yang ada pada diri dan kehidupan manusia, sepenuh-penuhnya dan sebaik mungkin. Aktualisasi diri berarti menjadi diri sendiri sepenuhnya sebagai seorang insan yang berfitrah mulia dan agung, terutama bagi dan demi orang lain, bukan demi diri sendiri. Ketika kebutuhan ini tercapai, sejumlah karakteristik terbentuk:

  1. Mempersepsi realitas dengan efisien dan terbuka pada fakta-fakta;
  2. Berpikiran tajam, kreatif, dan objektif dalam memandang segala sesuatu;
  3. Senang menerima diri sendiri, orang lain dan alam;
  4. Memiliki spontanitas dalam melahirkan ide-ide dan bertindak;
  5. Memusatkan diri pada tugas dan kewajiban;
  6. Mampu memecahkan masalah;
  7. Berhati jernih dan bersih, tidak memiliki prasangka negatif;
  8. Menghargai segala sesuatu dengan konsisten, segar dan kontinyu;
  9. Bersahabat dengan umat manusia, kemanusiaan, dunia fauna dan flora, dan alam;
  10. Menghargai kehidupan;
  11. Memiliki hubungan antarpersonal yang dalam;
  12. Suka menyendiri dalam kesunyian dan kesenyapan untuk merenung;
  13. Suka berhumor dengan cerdas dan menyejukkan;
  14. Memiliki suatu sistem moralitas yang terinternalisasi dengan dalam dan tidak bergantung pada otoritas di luar diri sendiri;
  15. Memiliki pengalaman-pengalaman puncak dengan kehidupan ini.

Abraham Maslow mendeskripsikan aktualisasi diri sebagai keinginan orang untuk menjadi diri yang sepenuhnya terus-menerus, dan cenderung ingin mengungkapkan dan mewujudkan diri seluas potensi-potensi yang ada pada dirinya, tanpa tersisa, dan masuk ke dalam pengalaman-pengalaman puncak kehidupan yang besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline