Lihat ke Halaman Asli

Membangun Kemandirian pada Anak-Anak

Diperbarui: 29 Juni 2024   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Siang itu saya bertemu teman, lama tak berjumpa, bertemu tak terduga  di bandara.

Teman ini bekerja di Luar negeri, tepatnya  di kapal pesiar sudah amat lama, sejak sebelum menikah, tamat D1 pariwisata dia sudah fokus untuk bekerja keluar negeri. Alasannya sederhana, agar cepat bisa punya sesuatu, bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Hasilnya ya, dalam hitungan beberapa kali berangkat,  dia sudah mampu menyulap keluarganya, bak memiliki ibu peri' , semua berubah total, Rumah, mobil dan sebagainya, terbeli. maklum gajinya besar kalau kalau dipakai hidup di Indonesia, khususnya di bali pedesaan yang daya beli masih relatif murah ketika itu.

Sungguh berbeda kalau dibandingkan dengan teman yang kuliah S1 keguruan ,  tamat masih, ngonor di sekolah, jangan tanya ketika itu gaji honorer, beli sabun tak cukup. Mengabdi, benar mengabdi. harapannya satu semoga ada pengangkatan bisa jadi PNS.  Dihormati oleh anak-anak didik sudah merasa bahagia.

Jadi guru benar-benar,  seperti lagu Iwan Fals "Umar Bakri' bawa sepeda gayung, yang kerap disalip oleh murid yang dijemput orang tuanya dengan mobil bermerek. Itu dulu, kini ada perbaikan sedikit. Guru sudah mulai banyak memiliki sepeda motor, bahkan mobil, kerap makan  ke restoran paling tidak tiap semester, atau juga liburan ke Singapura sudah umum bagi guru.

Kembali ke taman saya tadi, teman saya ngobrol dia masih bekerja  di luar negeri, dan nampak terus belum bisa cabut, karena harus membiayai  anak-anaknya dan cucunya.  Saya salah asuh, ketika banyak duit dulu, saya memanjakannya, semua kemauan anak-anaknya diikuti, akhir  mereka malas berusaha, malas belajar, karena sudah dapat kiriman dari  saya , selaku ayahnya,  saya buatkan rumah, belikan mobil satu-satu keempatnya, rumah satu-satu, sampai biaya nikah, semuanya.

Mereka hanya bisa meminta, mereka semua tak serius bekerja dan mereka tak bertanggung jawab pada hidupnya. Begitu dia menyesali dirinya.

Belajar Tabuh , Melatih kemandirian (Dokpri)

Seseorang telah menjemputnya, Ini siapa tanya saya, saya sewa tukang jemput, di rumah ada mobil, anak-anak ada mobil, namun mereka untuk menjemput ayahnya tidak mau, padahal saya membanting tulang bekerja  agar mereka hidup nyaman. Saya salah asuh,  semua keinginannya  dipenuhi, tidak merasakan bagaimana susahnya mencari uang.

Sekarang, hidup  mereka sangat tergantung dari saya, memang semua biaya saya yang menanggungnya,  dari dulu apapun yang dia minta saya membelikannya, tak pernah ada tantangan, saya siapkan, akhirnya anak-anak saya tak bisa mandiri, kini walaupun sudah menikah dan punya anak di tetap tergantung pada saya, akhirnya saya pun untuk memenuhi kebutuhannya harus terus bekerja dan berangkat ke kapal. Saya benar-benar menjadi orang tua yang terkuras, justru yang menguras adalah anak-anakku.  Dia mengucapkan selamat perpisahan  moga bisa ketemu  di lain waktu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline