Lihat ke Halaman Asli

Bertanam Melon, Sebuah Harapan Menggugah Sukma

Diperbarui: 13 April 2024   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tertarik menanam melon, karena banyak konten melon bagi anak-anak milenial di laman YouTube. Saya mencoba tiga biji, ditanam dalam pot, benar hasilnya lumayan, manis, namun karena dia ditanam di alam terbuka, daunnya diserang serangga, dan buahnya tak besar, sakit, namun tetap manis.

Lalu saya bersama istri tertarik untuk mengembangkannya, paling tidak untuk mendapat pengalaman agar bisa disebarkan pada orang lain, keluarga atau mahasiswa saya, siapa tahu mereka tertarik untuk merubah nasib menjadi petani sukses yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi yang lain.

Memang akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa bertanam melon haruslah menggunakan paling tidak dua teknologi, yaitu hidroponik dan Green house, yang dilengkapi dengan net insektisida. Agar tanaman bisa steril dari hama yang menyerangnya.

Selanjutnya, bertanam melon skala yang lebih besar selalu menjadi tema FGD Keluarga saya, khususnya saya sama istri, yang ingin tertarik mengembangkan 'tanaman melon", intinya belajar bertani modern, agar para pemuda di sekitar rumah, atau Keluarga dan mahasiswa, bisa berani mencontoh temuan-temuan di kebun percobaan kami.

Ideal lah, ya.... Kalau tidak mencoba, lalu bagaimana kita menjelaskan kepada mereka yang tertarik, prinsip saya, be do tell, lakukan dulu baru ceritakan.

Kebetulan Saya mengajar kewirausahaan, saya lempar pertanyaan ini, kalau anda memiliki uang seratus juta, usaha apa yang membuat anda bisa cepat kembali?

Kelas terdiam, mereka pada berpikir lalu mereka pun satu-satu mengemukakan pendapat, mulai dari bisnis kuliner, bisnis bahan kimia untuk penyedia di sekolah dan PT, dan laundry yang lagi menjamur di kota-kota di Bali, dan banyak lagi yang mereka utarakan, tapi tak satupun mereka tertarik pada 'sektor pertanian modern, mengapa? Entahlah, karena petani hidupnya selalu miskin, bergulat dengan lumpur, kotor.

Petani dalam pikiran mahasiswa saya, terpatri amat dalam,  bahasa  mereka, bahwa petani  hanya padi jagung' yang harganya dikendalikan oleh Pemerintah, komoditas padi, sudah lumrah menjadi komoditas politik, harus murah, sehingga petani miskin berkubang lumpur dengan dicekik harga-harga pupuk dan obat hama yang terus meroket.

Tentu dimensinya kalau usaha itu benar-benar sesuai dengan bidang, dan visible untuk dilakukan, Mahasiswa belum berani menjawab bertanam melon secara hidroponik, anggur import dari luar negeri, karena biaya investasi awal sangat mahal untuk ukuran petani.

Sumber Fb- Suntana asep

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline