Pemilu kian dekat. Suhu politik semakin hangat dan panas. Para elit dan pemimpin partai membuat statemen, asumsi dan kecurigaan terus dilempar ke publik, setiap statemen selalu bermakna ganda, diterima atau ditolak olah publik. Berbagai startegi pun digelar. Adu strategi sejatinya untuk memikat hati sang rakyat agar mencoblosnya di bilik suara.
Sampai disana politik memang menyajikan sebuah pesan, seperti yang dikemukakan oleh George Orwell, sastrawan asal Inggris "Bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar jujur dan pembunuhan menjadi dihormati."
Oleh sebab itu, pesan dan statemen politik dari Megawati saat HUT PDIP ke 51 menjadi kian menarik, dalam ketidakhadiran Presiden Jokowi, menjadi kian bermakna penting, sebab Megawati menyebut PDIP Solid Bukan karena Presiden atau Elite. Artinya tanpa presiden atau elite partai, tetap PDIP itu besar.
Dibingkai itu, maka ucapan ini sejatinya bertolak belakang dengan dalil Aristoteles yang terkenal itu, "Politisi juga tidak punya waktu luang, karena mereka selalu mengincar sesuatu di luar kehidupan politik itu sendiri, kekuasaan dan kemuliaan, atau kebahagiaan" maknanya adalah komponen partailah yang bergerak, tentu gerakannya itu dapat membesarkan partai.
Lalu pertanyaan yang bisa dikemukakan adalah, Apakah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dapat dikatakan sebagai sosok Konservatif? Entahlah! Mendengar pidato politik pada perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-51 PDIP di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Jakarta Selatan pada Rabu, 10 Januari 2024. , menguatkan kearah itu.
Kalau dirunut per definisi bahwa, konservatif adalah filosofi budaya, sosial, dan politik yang berupaya untuk mempromosikan dan melestarikan institusi, adat istiadat, dan nilai-nilai tradisional. Prinsip utama konservatisme mungkin berbeda-beda dalam kaitannya dengan budaya dan peradaban di mana ia muncul. Maka Pernyataan dan idealisme yang selalu dikemukakan Megawati nampaknya seiring dengan kriteria konservatif itu.
Uraian ini jelas nampak dalam kedirian Megawati beserta PDIP-nya. Mengapa demikian? Merunut Dalam budaya Barat, narasi itu tidak kaku, sangat bergantung pada negara tertentu, kaum konservatif berusaha untuk mempromosikan berbagai institusi, seperti keluarga inti, agama terorganisir, militer, negara-bangsa, hak milik, supremasi hukum, aristokrasi, dan monarki.Kaum konservatif cenderung menyukai institusi dan praktik yang menjamin ketertiban sosial dan kesinambungan sejarah.
Sampai di situ, Megawati ada di koridor itu, sebuah koridor yang terus dipertahankan " Kesinambungan sejarah inilah titiknya semakin jelas, bahwa Megawati selalu menyebutkan bahwa Dia dengan PDIP-nya selalu menerus tradisi politik atau ideologinya Bung Karno, sebagai founding Father Indonesia, partai wong cilik. Walaupun kini, para elit politiknya memang terkesan semakin menjauh dari 'kebijakan membela wong cilik"
Kebijakan Partai wong cilik itu, kini memasuki wilayah apa yang disebut Sir Thomas More dalam bukunya tahun 1516, sebagai Konsep Utopia, suatu konsep yang menggambarkan masyarakat pulau fiksi di Dunia Baru. Dilansir dari laman Oxford dictionary, kata utopia secara spesifik menjelaskan tentang tempat imajiner atau negara dimana semuanya berjalan sempurna. Kesan Utopia yang semakin kentara karena banyak kepentingan rakyat dianulir, salah satu Undang-undang perampasan aset.
Sebab, Utopia hipotetis berfokus pada, antara lain, kesetaraan dalam kategori seperti ekonomi, pemerintahan, dan keadilan, dengan metode dan struktur penerapan yang diusulkan berbeda-beda menurut ideologinya.