Nyamuk Wolbachia dapat diterapkan sebagai pendekatan praktis untuk menekan Demam berdarah? Sebuah diskursus ramae di Bali. Suatu langkah yang baik namun banyak pihak masih meragukan pendekatan ini.
Benarkah ini efektif, jangan-jangan nyamuk Aedes aegypti semakin merajalela. Mungkin pihak dinas kesehatan kurang sosialisasi atau penolakan karena ada nuansa politis. Entahlah
Yang jelas, Demam berdarah (BDB) masih cukup memusingkan, setiap memasuki musim hujan, ada saja korban meninggal karena gigitan nyamuk Aedes aegypti yang kecil itu.
Berbagai langkah pun dilakukan yakni pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M merupakan program pemerintah yang dilakukan sebagai tindakan pencegahan demam berdarah, yaitu (1) Menguras tempat penampungan air, (2) Menutup rapat tempat penampungan air, (3) Mendaur ulang barang yang dapat menjadi tempat nyamuk.
Kegiatan ini sudah rutin dilakukan namun kasus demi kasus berulang setiap tahun, masyarakat diharapkan waspada dengan terus melakukan menjaga kebersihan lingkungan yang bebas dari sarang nyamuk, khususnya nyamuk Aedes aegypti.
Oleh karena itu, perlu terobosan baru, salah satu adalah penyebaran telur nyamuk wolbachia sebagai langkah pengendalian penanganan demam berdarah dengue (DBD), yang sukses di beberapa negara, dan daerah di Indonesia, namun menunai pro kontra dan masih menjadi sorotan kuat di Bali.
Sorotan itu masih ada kekhawatiran terkait efektivitas penanganan DBD dengan menyebar nyamuk ber-wolbachia.
Hal ini juga terjadi di Denpasar dan Buleleng. Telur nyamuk ber-wolbachia yang semula akan disebar di Denpasar pada Senin (13/11/2023) dan Buleleng pada Minggu (12/11/2023) dihancurkan (https://health.detik.com)
Penyebaran telur ini, memang salah satu strategi untuk mengatasi DBD yang kerap menyerang Bali. Langkah ini sesungguhnya maju, sebab perlu diketahui bahwa ada 2.469 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang tercatat oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali selama tiga bulan pertama di tahun 2023, yang mana angka tersebut menunjukkan tren penurunan.