Lihat ke Halaman Asli

Lobi Politik, Kue Lezat Kekuasaan dan Korupsi

Diperbarui: 20 Juli 2023   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendekati tahun Pemilu 2024, suhu politik semakin mendekati memanas, Pun demikian suasana semakin dinamis. Riak elit mulai meramaikan berbagai jurus antara lain  adu jargon, argumentasi untuk membenahi keadaan dan tatanan  berbangsa.  Baliho dukungan mulai  menghiasi tempat strategis baik dikota maupun di desa. 

Namun fenomena ini  kerap dimaknai sebagai  gesekan politik, dan rakyat tetap saja  beraktivitas seperti biasa, Nampak rakyat semakin pintar. Dibenak sang rakyat mulai tumbuh benih-benih  kecerdasan dalam memilih pemimpinnya, yakni, Pemimpin yang efektif bukan soal pintar berpidato dan mencitrakan diri agar disukai. Kepemimpinan tergambar dari hasil kerjanya, bukan atribut-atributnya" begitulah keluh kesah sang rakyat yang penulis temui.

Dibalik para tim sukses nampak kian dinamis, sayup-sayup terdengar dengung ritme yang selalu berulang tentang nyanyian sama menjelang pemilu, yakni  lobi-lobi politik, untuk mengatur strategi agar mendapat  celah membagi kue  kekuasaan. Saat ini waktunya tepat  menanam jasa, dan berkeringat agar mendapatkan balasan dalam bentuk kue kekuasaan yang lezat. Disinilah kita melihat negarawan atau hanya sekedar politikus. James Freeman Clarke berkata, Seorang politisi berpikir tentang pemilihan umum berikutnya; seorang negarawan berpikir tentang generasi yang akan datang.

Naga-naga kenegarwanan semakin terkikis ketika, suasana saling memfitnah dan menjelekkan  tanpa fakta, dan  saling curiga tanpa dasar semakin marak. Bukti itu semakin memperkuat bahwa beberapa  elit bukan negarawan. Contoh  ketika  beberapa pejabat kena kasus hukum,  tidak sedikit yang berteriak " politisasi' dan kriminalisasi untuk membuat suasana gaduh, seharusnya mereka   wajib   mengikuti secara tertib  proses hukum yang berlaku, bukan berteriak-teriak  main tuduh yang tak jelas. Perlu diresapi bahwa sebagai warga negara demokrasi ini, Anda adalah penguasa dan penguasa, pemberi hukum dan taat hukum, dari  awal  sampai  akhir.

Ketika teriakan berbau fintah dan tuduhan tanpa fakta, itu menunjukkan bahwa ruang elit kekuasaan politik masih  dibayangi oleh Lobbying, Corruption And Political Influence yang gelap dan samar. 

Diaspek itu, mengulas "Lobbying, Corruption And Political Influence' dalam kancah politik nasional  menjadi sangat menarik.  Saya tertegun ketika Pak Siswono Yudo Husodo diwawancarai Rossi, bahwa politik dalam pemerintahan yang ditersangkakan, kerap berujung pada terminology absurd, yakni  kriminalisasi dan politisasi. Mengenai masalah ini,  jawaban beliau menghadapi tuduhan itu sungguh  bijak. "Semua harus legowo, ikuti saja proses hukum, kalau tidak, ya buktikan, bahwa anda  tidak korup" .

Beliau hanya menekankan, mengaitkan dengan dugaan kriminilisasi dan politisasi, untuk membunuh dan mematikan gerak politik seseorang, adalah dengan mempolitisasi hukum", tentu itu, kurang tepat.  

Oleh karena itu kita harus percaya kata-kata Amos Bronson Alcott, seorang Filsuf, guru dan pendidik dari Amerika Serikat 1799-1888, menyatakan  bahwa sebuah pemerintahan, yang hanya melindungi kepentingan bisnis saja, tak lebih dari sekadar cangkang, dan segera runtuh sendiri oleh korupsi dan pembusukan. Lambat atau cepat kata-kata itu akan terbukti, bila itu benar adanya. 

Dalam kaitan itu saya tertarik dengan Tulisan Campos, N. F., & Giovannoni, F. (2007). Lobbying, corruption and political influence. Public choice, 131, 1-21., menyebutkan bahwa  ada  Kebijaksanaan konvensional adalah bahwa melobi adalah cara yang disukai untuk menggunakan pengaruh politik di negara-negara kaya dan korupsi adalah pilihan yang lebih disukai di negara-negara miskin. Analisis efek bersama mereka sangat jarang dilakukan para pengkaji saat ini. Lobi dan korupsi selalu berkaitankah atau memang  korupsi memang cikal bakalnya adalah lobi-lobi, bisa jadi ya, namun tidak semua lobi menghasilkan korupsi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa (a) lobi dan korupsi adalah pengganti; (b) ukuran perusahaan, usia dan kepemilikan serta stabilitas politik merupakan faktor penentu penting dari keanggotaan lobi; dan (c) melobi adalah instrumen yang jauh lebih efektif untuk mempengaruhi politik daripada korupsi, bahkan di negara-negara kurang berkembang pun loby menjadi jurus jitu dalam membangun tatanan kekuasaan politik.

 LOBI-LOBI POLITIK 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline