Ketika melihat pergantian menteri (reshuffle cabinet), masyarakat di kampung saya tak hirau, mereka amat khusuk untuk menyambut hari raya Kuningan (sabtu 18/6 2022), tandanya pasar ramai, untuk membeli bahan untuk menyambut hari raya itu. Cuma mereka kaget, karena harga -harga sudah pada naik, sehingga para ibu harus pintar mengatur keuangan agar tidak norok.
Diantara pengunjung bergumam lirih, minyak goreng masih tetap harganya tinggi, kini disusul dengan harga cabai, bawang merah ikut-ikutan merangkak naik.Ya... mereka tak menyalahkan pemerintah, yang penting komoditas itu ada yang masih menjualnya. Mereka tak permasalahkan kondisi itu. Mereka tahu ini adalah permainan spekulan, mereka juga heran mengapa pemerintah kalah oleh hal-hal seperti itu.
Orang desa memang damai, karena tak banyak yang menggunakan barang import, kalau minyak goreng tak ada. Mereka akan membuat masakan yang sedikit mungkin untuk goreng-menggoreng, mereka menikmati makanan yang dikukus, atau direbus, malah tambah sehat karena mengurangi kolesterol. Kata mereka sedikit memberikan nasihat.
Pasar di Kota Singaraja, memang tidak melulu dikunjungi oleh para Pegawai (negeri atau swasta), namun kota Singaraja yang menjadi kota dari kabupaten Buleleng yang memiliki luas wilayah hampir setengah dari pulau Bali itu, memang seakan tak terpengaruh nyata, siapapun menterinya.
Pasar bergeliat sendiri, ketika pandemic Covid-19, Singaraja tetap eksis, walaupun Bali secara keseluruhan anjlok ekonominya, namun masyarakat bali utara itu tetap bergairah. Alasannya Bali utara tak melulu tergantung sektor pariwisata , pekerja hotel kembali ke kampung, menggarap sektor perkebunan pertanian dan perikanan, ketiga sector itu di daerah ini terus bertumbuh, apa lagi perkebunan cengkeh, vanili , mangga adalah sector masih produktif ketika pandemik mengguyur, dan harga jual cengkeh harganya tetap bagus.
Di pasar di Singaraja, seperti pasar pada umumnya di Bali, selalu dipadati para ibu yang berbelanja, dan biasanya bapak-bapak menunggu di parkiran, ruang parkir inilah kerap menjadi wilayah diskusi yang Panjang, baik masalah politik , ekonomi dan lain-lain, pokoknya , khas obrolan pasar, namun tak jarang alasan mereka sangat rasional dan tajam.
Salah seorang, ketika dikenalkan namanya , bernama Made Regig, dia berprofesi penjual makanan ringan di warungnya, dia mengantar istrinya ke pasar, Ketika ditanya komentarnya reshuffle Kabinet, dia tertawa, lebar, ya memang tak banyak yang bisa komentari, masalah itu jauh di Jakarta, kita di kampung ini, hanya berharap bahan baku tetap murah , stabil dan tak ada yang bergejolak.
Dia berkata, demokrasi di Indonesia sudah berjalan baik dengan sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Kadang hiruk pikuk kebebasan kerap kebablasan, penegak hukum terasa masih tebang pilih.
Pun demikian nam, banyak petualang politik yang berteriak membela rakyat, itu ga ada mereka semua mencari panggung, mereka ingin popular dan akhirnya bisa dilirik oleh penguasa, sehingga bargaining power- nya bisa meningkat. Ya... orang baragam cara dilakukan agar bisa mencari makan hidup itu sah-sah saja,. Begitulah benak masyarakat luas.
Dan, di situ ada juga Nyoman Rideng, yang juga mengantar istrinya ke Pasar dan berkata " Ketenangan atau kedamaian itu penting, namun kebutuhan pokok harus terjamin, seperti basic needs Abraham maslow. Kebutuhan dasar terpenuhi, baru rasa aman, kedua aspek itu adalah permintaan rakyat
Diskusi sepintas semacam itu menggambarkan harapan, masyarakat di kampung yang jauh di antara bukit dengan pemandangan yang sangat indah menjadi sebuah tanda bahwa agar pemerintah bisa mempertahankan kestabilan harga bahan pokok, dan rasa aman warga bangsa.