Pasokan bahan bakar berbasis minyak bumi telah mendapat perhatian luas dari masyarakat global akibat meningkatnya penggunaan di berbagai sektor, menipisnya sumber daya minyak bumi, dan ketidakpastian seputar harga pasar minyak mentah komoditas tersebut. Selain itu, masalah lingkungan dan efek dari gas rumah kaca., mengakibatkan penggunaan sumber energi bersih menjadi pilihan, seperti biodiesel , energi tenaga surya, maupun PLTA dan angin.
Biodiesel dihasilkan dari sumber daya alam yang tidak terbatas melalui proses transesterifikasi menjadi kian menarik. Oleh karena biodisel tidak beracun, dapat terurai secara hayati, dan mengandung lebih sedikit polutan udara per jaringan energi yang dihasilkan serta kandungan sulfur dan senyawa aromatik yang rendah, sehingga aman bagi lingkungan. Berbagai bahan baku dapat digunakan untuk menghasilkan biodiesel , salah satu adalah dari tanaman kelapa sawit,
SELAYANG PANDANG MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak kelapa Sawit (elaeis guineensis) merupakan minyak nabati tropis yang berasal dari daging (mesocarp) buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan dari inti buah (endosperm) untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO). Keduanya berbeda dalam kualitas, kepadatan, komposisi, dan hasil akhir.
Kelapa sawit dapat menghasilkan dua jenis minyak yang berbeda dari buah yang sama. Ketika kelapa sawit dilakukan pengepresan, daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar atau dikenal sebagai Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan, inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar atau dikenal dengan Crude Palm Kernel Oil (CPKO). CPO ini nantinya yang akan digunakan sebagai bahan baku Biodiesel. namun yang banyak diperdagangan dari produk kelapa sawit itu adalah CPO (crude palm oil)
Oleh karena PCO dapat digunakan untuk bahan bakar, sejenis biodiesel, maka negara lain mau membeli CPO dengan harga yang lebih tinggi dengan harga mana kala diolah menjadi minyak goreng di dalam negeri . Melihat perbedaan harga ini, perusahan kelapa sawit lebih suka menjual CPOnya ke luar negeri dari pada digunakan untuk minyak goreng.
Biodiesel yang berkualitas tinggi harus memiliki bilangan iod yang rendah dan stabilitas oksidasi yang tinggi. Hal ini dapat dicapai jika CPO tidak mengandung asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Oleh karena itu, untuk menghasilkan biodiesel berkualitas tinggi, diperlukan minyak sawit yang mengandung asam lemak jenuh tinggi tetapi tidak mengandung PUFA. Dalam prosesnya perlu dilakukan fraksinasi PUFA dengan asam lemak jenuh (SFA) dan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA).
Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di dunia. Minyak yang murah, mudah diproduksi dan sangat stabil ini digunakan untuk berbagai variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga bisa digunakan sebagai sumber biofuel atau biodiesel. Kebanyakan minyak sawit diproduksi di Asia, Afrika dan Amerika Selatan karena pohon kelapa sawit membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah hujan tinggi untuk memaksimalkan produksinya.
Perlu dikatehui bahwa minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia, yang mencakup lebih dari setengah semua produk kemasan yang dikonsumsi secara global. Selain untuk makanan, minyak sawit adalah salah satu bahan baku / substrat paling serbaguna yang dikenal industri, dari makanan hingga kosmetik, bahan kimia hingga energi, dan farmasi hingga pakan ternak.
Produksi minyak sawit merupakan oligopoli yang efektif, didominasi oleh dua negara, Indonesia (53% dari produksi global) dan Malaysia (31% dari produksi global). Bersama-sama, menyumbang 84% dari volume CPO global. Nigeria, Thailand, dan Kolombia muncul berkontribusi sebagai produsen, secara kolektif menyumbang peningkatan 7% - 8% dari total output CPO global dan terus meningkat. Minyak sawit menyumbang 35% dari pasar minyak nabati dunia.