Lihat ke Halaman Asli

Keong Sawah Menjadi Sate Kakul dan Kelezatannya

Diperbarui: 9 Oktober 2021   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar factsofindonesia, Grab, DLL

Hari masih pagi, titik -titik embun bak kristal bertengger di lembar-lembar pucuk rumput. Disinari matahari pagi itu, tampak sangat indah, mempesona jiwa. Memandang pak tani membersihkan rumput-rumput pematang sawahnya, menandakan bahwa kehidupan memberikan banyak makna, bekerja menjadi sebuah inspirasi, karena bekerja tidak semata-mata untuk mencari materi, namun bekerja untuk berguna bagi orang banyak., entah sanak saudara, maupun berproduksi untuk menyiapkan kebutuhan orang lain.

Petani itu, yang tak kenal lelah, seakan mengabarkan bahwa bekerjalah yang berkualitas dan lebih banyak daripada yang ditunjukkan dari orang lain, karena usaha yang baik tidak pernah membohongi hasil yang didapat.

Petani dengan sawahnya, merupakan sebuah kehidupan ekosistem yang saling terkait, salah satu elemennya adalah komunitas keong sawah, yang selalu hadir untuk sebagai sebuah anggota ekosistem yang dinamis , namun tetap seimbang, karena adanya interaksi peristiwa makan dan dimakan dalam rantai makanan ekosistem.

Keong sawah, yang dikenal di desa saya sebagai 'kakul" sangat disukai untuk panganan  lauk pauk, yang berjuluk 'sate kakul dan serapah kakul. Di singaraja temapat saya tinggal di kota itu, paling tidak ada dua dagang yang selalu mangkal di pelabuhan Buleleng, yang peminatnya 'lumayan banyak' kalau ingin menikmati sate kakul.

Namun pesan orang tua saya, kalau mengkonsumsi sate kakul, jangan banyak-banyak karena bisa membuat kepala pusing/pening, serta tidur bisa mengeluarkan iler  (ngeces)  yang banyak.  Walaupun demikian orang pada suka   sate kakul itu karena rasanya enak. Itu sebabnya, ketika musim tanam tiba orang berbondong-bondong mencari  kakul di sawah.

Dokpri

Di  sebelah rumah saya, masih banyak sawah, Setelah panen jerami  disiangi, kemudian  di bajak dengan traktor, lalu menunggu bibit pada bulir pada  bersemi kurang lebih 2 mingguan, sawah itu  dibiarkan tergenang air, pada saat itulah  terlihat keong sawah berkembang biak dengan cepat, menjadi endemik, dan cepat sekali besar.  Ukurannya yang diambil Keong sawah 30-  40 mm dengan diameter 15--25 mm, berbentuknya  seperti  kerucut membulat dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan. Puncak cangkang agak runcing, tepi cangkang menyiku tumpul pada yang muda, jumlah seluk 6-7, agak cembung, seluk akhir besar.

Mulut membundar tidak melebar, umumnya hitam. Operculum agak bundar telur, tipis, agak cekung, coklat kehitaman. Sebagaimana anggota Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum, semacam penutup/pelindung tubuhnya yang lunak ketika menyembunyikan diri di dalam cangkangnya.

Hidup dalam air namun kerap juga mau bertelur ke rumput yang dekat dengan pematang sawah. Keong sawah ini juga memangsa jentik-jentik nyamuk yang juga berbiak, di sini terjadi rantai makanan  dan jaring makanan yang alami sehingga ekosistem di sawah itu tetap terjaga. Tak aneh,  banyak orang ikut mencari keong atau kakul itu untuk dimakan. Oleh karena itu manusia adalah salah satu komponen jaring-jaring makanan itu, yang juga bisa menciptakan keseimbangan, atau membuat alam juga tidak seimbang., karena di eksploitasi secara berlebihan.

SELAYANG PANDANG KEONG SAWAH.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline