Sore itu mentari bersinar terang, saya berada di tepi sawah yang menghijau. Seseorang datang mengeluh KE SAYA. dia belum di vaksin, padahal jadwal kerja berangkat ke kapal pesiar sudah pasti dan tidak bisa ditunda. Dia menyesal karena kalau dia vaksin saat ini di negara tujuan dia harus dikarantina 14 hari, namun kalau jadwal vaksin kedua , lebih dari dua minggu, maka dia otomatis dipulangkan.
Rugi banyak, biaya, waktu dan moril. Alasannya sederhana, saya menunda-nunda kesempatan vaksin. Akhirnya masalah ini timbul. Sering menunda pekerjaan sesungguhnya sedang membangun lobang untuk diri sendiri, juga dapat merugikan orang lain.
Orang itu tidak sendirian pastinya, kita kerap suka menunda-nunda pekerjaan, senang bekerja pada saat kepepet, atau limit waktu, sehingga pekerjaan itu dibuat terburu-buru, sudah dapat diduga kualitasnya sering tidak bagus. Tentu penyesalan selalu datang terlambat.
Menunda-nunda pekerjaan disebut juga dengan istilah "procrastination" Sebuah istilah yang dimaknai sebagai perilaku lari dari tanggung jawab atas tugas yang menanti mereka.
Tersimpan perasaan takut atau cemas, sehingga untuk mengurangi hal tersebut, mereka memilih melakukan kesenangan yang memberi kepuasan sementara (gratifikasi)., atawa membijaksanai diri dengan mencari kambing hitam.
Procrastination nyatanya menjadi persoalan banyak orang. Saat memiliki tugas yang segera mesti diselesaikan, sering kita justru memilih mengerjakan hal lain yang seharusnya dikesampingkan. Tentu termasuk saya kerap demikian, lebih senang mengerjakan hal lain , yang lebih santai , orang bilang kalau bekerja perlu mood yang baik, kerap kondisi itu susah juga hadir setiap waktu.
Paling tidak ada dua alasan dasar mengapa orang gemar menunda-nunda pekerjaan. Pertama, merek yang melakukan penundaan pekerjaan itu, disebabkan mereka sering merasa berada pada kondisi dimana suasana hati yang tak mendukung saat mengerjakan tugas. Kedua, ada asumsi yang meyakini diri mereka bahwa bad mood bisa berubah setiap saat atau dalam waktu dekat.
Padahal, pekerjaan yang terasa berat akan bisa dilakukan secara perlahan -lahan dengan tekun, artinya tidak usah merasa harus dalam situasi hati tertentu untuk bisa mulus melakukan pekerjaan.
Selaku dosen, Saya selalu berhadapan dengan tiga kategori mahasiswa, ada yang rajin banget, ada yang santai dan ada yang lelet,. Jenis ketiga merupakan mahluk langka tapi ada sampai dikejar-kejar, agar segera menyelesaikan skripsi atau tesisnya, agar tidak DO. Untuk kasus mahasiswa terakhir, justru, sering menghindar , tidak angkat telepon ketika dihubungi, sehingga skripsinya dan tugas- akhirnya "nganceng" (bahasa bali, dan orang Bule menyebutnya" stuck so as not to be able to move).
Ketika diminta segera, banyak alasan, dan saat waktu tinggal sedikit karena terancam DO, atau bayar SPP, maka mereka semua kebut semalam, pontang-panting memburu dosen pembimbing, Dosen pembimbing serba salah.
Toleransi atau idealisme keduanya merebut posisi di pihak dosen.