Banyak spekulasi dari silang sengkarut Partai Demokrat muncul akibat adanya KLB di Sibolangit, Deli Serdang. Kini belum ada tanda titik temu, sebuah kesepakatan akan menjurus untuk bertemu di pengadilan.
Berbagai alur drama tersaji ke publik, beritanya mengalahkan substansi yang lebih penting, yakni pemulihan ekonomi karena COVID-19 seakan tenggelam oleh berita euforia politik kudeta di Partai Demokrat.
Rakyat bengong menyaksikan drama politik, dan pertanyaan dalam benak sang rakyat " kapan partai memikirkan nasib konstituennya yang telah memilih mereka. Tak sempat, atau sengaja diabaikan. Entahlah.
Alur cerita drama KLB di partai Demokrat terus mengalir deras, ending-nya semakin tak jelas, namun sejatinya menyisakan luka yang dalam karena perpecahan.
Banyak borok terungkap, sehingga kapal yang bernama Partai demokrat, semakin keropos dan bocor, dan bisa jadi karam.
Namun para penumpang dan nakhoda berebut, menganggap paling benar, padahal air telah menyusup ke geladak nya, oleh karena itu, jika tidak awas , kapal tenggelam tak bisa dihindari .
Dari sana kita melihat bahwa, "Dalam politik, absurditas bukanlah cacat." Kata Napoleon Bonaparte mendekati kebenarannya. Mungkin itu adalah seni dalam memainkan dan membaca opini, sehingga publik yang menentukan, kemana nanti suara mereka akan berlabuh. Pertarungan bukan satu kali selesai namun bisa berkali-kali, akibatnya kata Will Rogers, (aktor Amerika serikat), Politik telah menjadi begitu mahal sehingga butuh banyak uang bahkan untuk kalah atau mengalahkan.
Kakak saya ketika dikonfirmasi keadaan semakin riuh itu, dia tetap tersenyum, harus mundur kah Jenderal Moeldoko dari KSP, karena telah mengudeta Partai demokrat Lewat KLB? Tanya saya. Kakak saya tersenyum.
Sebelum menjawab saya sodorkan juga berita bahwa, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Irwan, meminta Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko, bersikap ksatria menyampaikan permintaan maaf ke Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam keterangannya, Sabtu (13/3), Dikutip dari CNN Indonesia .com.
Kakak saya mengernyitkan dahi, sambil menyandarkan punggungnya pada "adegan" tiang tempatnya duduk, adegan adalah tiang penyangga bangun "bale dangin" di tempatnya tinggalnya.
Tidak perlu, sambil mengisap rokoknya dalam-dalam. Permainan belum usai, dibutuhkan napas panjang untuk bermain-main politik, dan Aku yakin katanya, Seorang Jenderal lapangan, mantan Panglima TNI, bukan tanpa perhitungan, di pundaknya, permainan dan strategi, sudah biasa, Institusi TNI membuatnya matang, dan kita harus akui itu, TNI memiliki 'kemampuan 'menggodok' kepemimpinan ' seperti candradimuka' yang membuat tahan banting, supel, dan sulit dideteksi musuh. Katanya serius.