Siang itu, sekitar tahun 2001, kakak saya berapi-api menjelaskan bahwa dia bertemu dengan SBY, sebelum jadi presiden dan dia sangat kagum. Kakak saya ikut dalam deklarasi partai Demokrat di beberapa kabupaten di Bali. Dia selalu aktif dan di manapun ada deklarasi partai itu, dia hadir bersama istrinya, dia menutup dagangannya, dan tidak pergi mencari kelapa (karena dia pengusaha kelapa), semangatnya membara untuk Partai Demokrat dan karena ada SBY.
Kakak saya terpesona dengan cara berbicara SBY, yang menguraikan dengan jelas dan bernas visi misi partai Demokrat ketika itu. Kakak saya itu memang terobsesi dengan partai demokrat di Amerika serikat, yang progresif maju, dibandingkan dengan partai republik yang bersifat 'konservatif. Kakak saya tentu bosen dengan orde baru di awal-awal masa reformasi yang belum mapan berdemokrasi.
Namun kakak saya, kemudian surut ketika dia memang tak menjadi kandidat di legislatif di kabupaten, perlahan namun pasti semangatnya redup, hanya mengikuti berita saja, apa lagi teman-teman seperjuangannya ketika duduk di legislatif, bertemu kerap menghindar dan tak bertegur sapa, ya sudah. Politik memang kejam, yang utama adalah kepentingan, lebih spesifik kepentingan untuk kekuasaaan , jabatan, dan terakhir bisa jadi uang.
Oleh karena berpolitik bukan menyampaikan aspirasi masyarakat, atau memperjuangkan idealisme, namun lebih banyak untuk mencari pekerjaan, alias mencari penghasilan. Politik menjadi tanpa prinsip, meminjam kata-kata Mahatma Gandhi. Lengkap sudah cermin politik di negeri ini
Namun kini ketika hiruk pikuk melanda Partai Demokrat, saya ingat pesan kakak saya, bahwa partai politik dapat di ibaratkan mahluk hidup. Artinya dia lahir, hidup, kemudian kalau tidak dipelihara dengan baik dia juga bisa mati. Atas dasar itu KLB di partai Demokrat beberapa hari ini, adalah sebuah langkah dari sebagian kadernya, sebagai bentuk penyelamatan, karena partai tumbuh dan dirawat sesuai dengan SOP mahluk hidup yang sehat, banyak ranting dan tentu cabang yang tidak terawat sehingga layu, kalau tidak menghasilkan buah manis ditebas bukan dipulihkan.
Sebagai analogi sel, partai Demokrat sedang mengalami pembelahan sel, proses ini merupakan proses ketika sel membelah diri menjadi dua atau lebih. Partai demokrat menjadi terbelah menjadi dua,yakni Versi AHY dengan keluarga CIKeas SBY-nya, dan Versi Moeldoko (Hasil KLB Deli Serdang). Versi AHY juga bisa dibilang mitosis, mirip sama seperti kehendak Ayahnya SBY. Sedang Versi Moeldoko adalah Miosis tidak akan ientik dengan kehendak Demokrat versi Cikeas, sebuah keturunan baru yang lebih progresif terjadi.
Pembelahan versi Moeldoko bisa jadi lebih adaptif, karena terbentuk bukan dengan inti lama, namun inti yang benar-benar baru. Moeldoko diharapkan bisa ke arah itu. selain itu, bila AHY dan SBY tetap pada ngotot dengan paradigma lama-nya , maka akan bisa tereduksi, karena energinya habis untuk melakukan kendali pada dirinya dan diri elemen-elemen penyusunnya, terurai menjadi kompoen-komponen yang lebih kecil, lalu terbang menghilang bersama riuahnya persaingan politik nasional.
Analisis inti sel yang diturunkan oleh SBY ke AHY itu, sesungguhnya tak mengalami perubahan dan bia jadi tidak adaptif terhadap lingkungan, dan bersifat kaku, sel yang tidak adaptif biasanya akan cepat punah, dan resesip. Aura itu sangat kentara ketika SBY mengeluarkan pernyataan mengejutkan, paling tidak bagi diri penulis.
"SBY menyatakan tindakan Moeldoko tidak terpuji dan jauh dari sikap ksatria. Sikap tersebut hanya mendatangkan rasa malu bagi perwira yang pernah menjadi prajurit TNI. Bahkan, SBY juga merasa malu pernah memberikan sejumlah jabatan penting saat dirinya masih menjadi presiden"
Oh.... Pernyataan inilah yang membuat kakak saya tak mengerti kenapa ya? Pak SBY, Koq seperti ini pernyataannya, lalu pada aspek inilah SBY seakan memasuk zona yang menurut Piaget disebut sebagai zona phenomenistic causality , semakin hari dan semakin kuat dalam kedirian SBY dalam menanggapi guncangan yang terjadi dalam partai Demokrat.
Zona phenomenistic causality itu pun nampak ketika SBY mengabaikan bahwa "sebagai pensiunan Presiden dengan penduduk 270 jutaan ini, sesungguhnya sisa-sisa hidupnya sangat manis dengan pernah menjadi presiden, kehormatan dan fasilitas kehidupan sudah tak perlu diragukan lagi. Kakak saya memang menyayangkan SBY, seharusnya lengser keprabon madeg pandito, menjadi prinsip diharapkan ada padanya, sehingga tak hirau lagi tentang duniawi, yang tinggal sebentar karena sudah tua , tetapi entahlah Pak SBY... yang paling tahu, dugaan mungkin dia ingin mau lebih lama mencengkeram kekuasaan. Oleh karena kekuasaan sejatinya sangat menggiurkan di dunia ini