Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Kehancuran Bangsa Wrishni

Diperbarui: 24 Mei 2020   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok: Balitradition

Bangsa Wrishni adalah  bangsa  yang diturunkan oleh bangsawan Yadawa, Wrishni,   Krisna termasuk didalamnya. Negaranya  juga dikenal sebagai Dwaraka (Dwarawati), rakyat Dwaraka  merupakan bangsa Wrishni. Negara itu berpenduduk homogen. 

 Walaupun demikian, sebuah bangsa, yang berdiri atas kesepakatan dan kompromi politik kembali  harus ditata ulang, setelah perang Mahabarata terjadi. 

Disana   pola tingkah para elit yang tiada mencerminkan kebijaksanaan.dan semua berteriak mengaku paling bisa, berebut menjadi veteran perang, gaduh dan riuh, tak pernah usai. 

Pasalnya sederhana, telah terjadi   penyimpangan terhadap konsep " Sariram Aadyam Khalu dharma Saadhanam" Tubuh yang semestinya menopang kebenaran malah justru digunakan untuk mengoyak kebenaran.

 Akibatnya sungguh amat fatal bagi komunitas  kehidupan,  bahkan alam  menolak dengan caranya sendiri, yakni dengan adanya  banjir longsor,  kekeringan ,hama dan wabah yang mengganas. 

Itu sebuah tanda  yang misteri   bahwa telah terjadi benturan gelombang alam. Boleh jadi akibat getaran keriuhan manusia yang tidak selaras dengan  vibrasi alam.

Alam seolah berbalik melawan dan ingin membabat dan memprelina mereka yang tidak memiliki energi sama, semua akan musnah dan akan disucikan. 

Untuk itu memang harus dibayar mahal dengan hancurnya sebuah peradaban. Dan yang tinggal adalah mereka yang memiliki vibrasi gelombang yang identik dan seirama  dengan  gelombang alam.

 Tanda tanda kearah itu semakin jelas. Para wanita sering mengigau, bangun mendadak karena kaget, mereka dalam mimpi  didatangi oleh  sosok yang kelam, bengis dan  angker. Ketika bangun para wanita sadar benar bahwa sosok itu adalah kengerian akan  hidup yang hampa. 

Realita hidup  terasa semakin keras.  Uang terasa begitu sulit untuk dikelola, uang menjadi tanpa jiwa, Sang Hyang Kuwera, yang dipuja sebagai jiwanya uang  seolah telah pergi, akibatnya uang  kian cepat habis.

Sosok hitam legam, yang menyerupai Daitya, dan Bethara Kala dengan bengis memegang dan memporakporandakan  Pura Melanting,  Pasar Swalayan, dan semua tanda kemakmuran, tempat dimana  kedamaian pasar berasal, pasar menjadi riuh oleh kebisingan  dan kekejaman manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline