Lihat ke Halaman Asli

Balada Dagang Nasi Kuning

Diperbarui: 23 April 2020   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Nasi kuning, adalah identitas budaya. Dia hadir  dalam berbagai bentuk. Bentuk tumpeng  misalnya berarti  pertanda ada kejutan, bahagia, suasana   meriah,  ada syukuran, puncak  dari usaha. Bukti sebuah keberhasilan  menuju bahagia, sebab dengan tumpeng diyakini  banyak harapan lancar menjadi kenyataan. Dia merupakan piranti doa yang kasat mata.

Tafsir lain yang penulis renungkan dengan sederhana, wujud tumpeng pertanda bahwa kebahagian akan muncul ketika hidup manusia sadar meruncingkan diri dalam ketajaman pikiran dan akal, sehingga laku  mengolah rasa agar peka dan tajam, merupakan terminal akhir yang kerap dimuliakan dalam bermasyarakat. 

Tetua di Bali kerap mengajarkan dengan beragam simbolis, Tumpeng kuning  banyak diwujudkan dalam banten upacara tradisi, yang merupakan perwujudan harapan doa, seperti banten "perangkatan" dan  banten  ajuman yang menunjukkan penghormatan pada Hyang widi, selain itu ada 'ayaban' (persembahan'saat  hari Banyu pinaruh, sehari setelah hari Saraswati, sebagai bentuk " labaan" (hadiah)  setelah melakukan anyuci laksana(menyucikan diri)  - di sumber air- yang disantap dengan hati penuh syukur.

Manusia diajak  sadar bahwa ilmu pengetahuan bisa didapatkan ketika kita melihat  sifat air mengalir, ke tempat yang rendah. Artinya orang rendah hati lebih mudah mendapat ilmu pengetahuan dari pada orang tinggi hati. 

Bentuk lain, "Sulanggi" juga berisi nasi kuning, bermakna sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Tri Purusa yang kita mohonkan hadir dengan bersifat Satyam, Siwam dan Sundharam, yaitu menganugerahkan keteguhan iman, kesucian dan kemakmuran kepada umat manusia, sehingga memunculkan, sebuah tekad baru.

Tekad itu adalah dalil,  bahwa ketaatan mengikuti kebenaran, mengulang-ulang nama Tuhan (japa), dan meditasi dapat diibaratkan dengan pekerjaan meluku(membajak) serta meratakan tanah. Kasih adalah air yang harus menggenangi ladang itu, membuat tanahnya gembur dan subur. Nama Tuhan adalah benihnya, dan bakti adalah kecambah yang tumbuh. Nafsu keduniawian (kma) dan kemarahan (krodha) adalah ternak, sedangkan disiplin adalah pagarnya, kebahagiaan jiwa (nanda) adalah panennya.

Namun, nasi kuning kalau  hanya di bungkus dalam campuran saur kacang, sedikit sayur dan sambel,  dia merupakan pengganjal perut, biasanya cocok  untuk sarapan pagi, atau teman begadang bagi mahasiswa.Dia dicerna oleh api kekuatan yang ada dalam lambung dan usus, dalam konsepsi Bhagawad Gita disebut sebagi perwujudan kekuasaan Tuhan, "Aham Weswanaro bhutwam", yang ada dalam diri semua mahluk, dalam bentuknya yang Ilmiah dikenal sebagai  enzim-enzim pencernaan dan HCl, yang mendegradasi biomolekul seperti: Karbohidrat , protein, lemak, asam nukleat, menjadi  energi dan komponen sederhana sebagai prekursor untuk  membentuk biosintesis tubuh makhluk hidup.

Maka, nasi kuning  sebagai  pengganjal perut, biasanya dijual pagi dan malam hari. Aroma bumbu yang khas dengan sedikit santan dalam adonan nasinya, akan terasa gurih, namun kini nasib penjual nasi kuning tidak seindah tampilannya, karena wabah Covid-19, membuat perubahan drastis.

Penjual nasi kuning selalu menyisakan cerita yang menarik, sebab semasih orang lapar maka nasi kuning akan tetap diburu. Walaupun kini, terjadi pasang surut, namun tetap saja mengeliat sebagai sumber pendapatan rakyat kecil.

Pasang surut itu adalah ciri kehidupan, yang kekal adalah perubahan. COVID-19 menyerang, dagang nasi kuning selalu tersenyum bak kisah. Sebagaimana kegelapan membuat cahaya tambah terang, masalah membuat pedagang nasi kuning selalu bangkit,dan penuh harapan semoga besok menjadi lebih baik. 

Itu sebabnya rakyat kecil dalam sektor informal, berusaha mencari celah agar bisa hidup dalam  desakan kesusahan akibat wabah yang tak diundang ini. Virus hadir memberikan pesan yang dalam' tantangan, dan menghadapinya adalah proses mendaki gunung, kata-kata bijak berpesan, "The best view comes after the hardest climb."  Pemandangan menakjubkan datang setelah pendakian yang melelahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline