Dari 8 tahun pengalaman kerja, awalnya nyoba-nyoba sampai serius cari lowongan kerja, berakhir 1 tahun 3 bulan jadi anak kantoran (juga tetep nyeper freelance) dan sisanya full freelance. Sejauh ini saya tetap cinta jadi freelancer. Apa sih enak nggak enaknya jadi freelancer dan kantoran?
8 tahun dikurangi 1 tahun 3 bulan jadi full freelancer, saya merasakan hal-hal ini:
- Kebebasan waktu
Mau kerja senin sampai seninnya lagi, pagi sampai besok paginya? Mau ngebut pas mepet deadline? Boleh. Salah satu keuntungan jadi pekerja freelance adalah bebas memilih waktu kerja dan waktu istirahat. Otak saya baru on kalau tengah malem, siangnya buntu, mending jalan-jalan. Ya, jadilah saya ngebut kerja dari jam 11 malam sampai 4 pagi. Lebih mantabnya lagi, dikala semua temen-temen saya yang pekerja kantoran harus masuk Senin-Jumat 9 to 6, saya malah liburan ke Jepang selama 2 minggu.
- Gaji per project/per hari lebih besar
Tanpa harus dihitung, kelihatan mata bayaran sekali job harian beda tipis daripada sebulan ngantor, bahkan beberapa senior saya di duniafreelance, gaji sekali kerja, lebih gede daripada saya kudu ngantor sebulan. Ada juga yang sebenarnya gajinya sama seperti kantoran, contohnya bayaran ngantor dari jam 9 pagi-6 sore Rp 150.000 perhari, tapi kalau kerja freelance, sehari juga Rp 150.000, tapi cukup dari jam 6 sore-10 malam.
- Bebas memilih klien
Nggak suka sama klien X yang bawel dan bayarannya telat? kalo nggak lagi BU dan nggak harus bayar cicilan, tolak dengan seribu jurus juga bisa. Ini termasuk demi menghindari drama dengan klien. Biasanya saya milih klien yang bisa memenuhi keinginan kebutuhan traveling, bayaran nggak perlu bombastis, harus ke luar kota, tiket dan hotel dibayarin, hayuk ajalah.
- Kerja di mana saja
Sebenarnya ini termasuk positif dan negatif juga sih. Positifnya, saya nggak perlu duduk ayem di kantor dari pagi sampai sore, bisa ngerjain kerjaan di atas Kasur dengan kondisi belum mandi pagi, di kedai kopi, bahkan di rumah temen sambil ngegosip. Negatifnya, kalau maksa liburan di tengah project yang lagi jalan, kudu bawa laptop atau sketch book ke mana-mana. Ribet.
Jadi Freelancer juga nggak ada enaknya, seperti:
- Pemasukan tidak pasti
Teman saya sukanya bilang, “Ingat, jangan hura-hura, freelance itu ada masa panen dan paceklik”. Sekalinya banyak ceperan, project ini-itu, pagi nge-MC acara lari-lari yang dapet medali, siang ngurusin desain interior resto baru, dan malemnya klien besar riset desain. 3 kerjaan sekaligus dalam sehari itu sudah biasa, capek sih, tapi panen. Giliran sepi kerjaan, seharian nggak ngapa-ngapain, bangun siang, nonton tv serial terbaru, sorenya ngopi-ngopi buang duit, sampai rumah nonton bola. Panen dan paceklik bisa terjadi, kapanpun, dan seberapa lamanya nggak ada yang bisa duga. Panen bisa 1 bulan dengan gaji setahun orang ngantor, tapi bisa paceklik 5 bulan. Dapet satu kerjaan dalam sebulan untung-untungan. Hemat!
- Weekend (bisa jadi) kerja
Weekend waktunya pacaran? Mana bisa kalo kerjaannya kebanyakan pasti weekend, ngeMC dan nyanyi di nikahan misalnya. Manusia nggak berhenti menikah dan hajatan pas sabtu atau minggu. Saking banyaknya teman-teman saya yang nikah menggunakan jasa wedding organizer yang sama, saya sampai hapal bapak MC jawaan yang selalu nongol tiap weekend.
- Susah mengajukan KPR
Kalau yang ini curhatan temen, dari lulus kuliah 15 tahun lalu sampai sekarang bertahan jadi freelancer. Giliran udah kepala 3, mau ajuin KPR susah karena nggak punya slip gaji bulanan yang cukup dipercaya untuk bayar cicilan. Padahal total pendapatannya sebulan kalo lagi panen melebihi 5x standar gaji di kotanya dan sangat sanggup untuk bayar cicilan perbulan. Solusinya? Ikut cicilan in-house yang bisa bikin makan nasi dan garam sebulan.
- Nggak ada asuransi