Lihat ke Halaman Asli

inu wicaksana

Dokter Psikiater

Cerita Pendek Psikiater

Diperbarui: 29 Mei 2021   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

#ceritapendekpsikiatri

KEJARLAH DAKU KAU  KUREMUK

inu wicaksana

Hari sudah menjelang sore, angin menggoyang daun daunan seakan nenek tua yang kecapaian kerja. Waktu pemuda itu dibawa  ke RSJ tempatku bekerja sebagai psikiater. Sukro seorang pemuda 20 tahun, ayahnya sudah meninggal, Sukro tinggal dengan dengan ibunya dan kedua adiknya di desa Sumberrejo satu kabupaten di Jawa Tengah.

Sukro sudah 2 kali mondok di RSJ ini. Ia stres yang makin lama makin memberat. Pemicu utama adalah kesulitan Sukro mencari pekerjaan. Sedang ia harus mati2an membantu ibunya menghidupi adik2nya. Ia mengharap bisa bekerja apapun itu asal halal.

Sukro  mennjalani perawatan di RSJ dengan taat. Sebaikbaiknya. Ia benar2 ingin sembuh. Dan baik. Bisa bekerja apa saja asal halal. Sukro menghayati pengobatan dengan semangat  dan gembira. Di RSJ ia mendapat diagnosis Skizofrenia Paranoid. Ia  mendapat Terapi Kejang Listrik 3 hari ber turut2. Lalu injeksi antipsikotik dan antipsikotik yang diminum 3 kali sehari dosis tinggi.

Ketika sudah diijinkan pulang, Sukropun taat minum obat dan kontrol sebulan sekali. Meski sepupunya, dan teman2 sebayanya, selalu mengejek dan mencemoohnya, Sukro tak pernah hirau.

"He Sukro, sebaiknya kau mondok di RSJ saja  seterusnya, daripada cuma mengganggu lingkungan, bikin muak saja."
Sukro merenung padahal aku tak pernah mengganggu dan merugikan orang. Psikiaterku selalu  mengingatkan itu. Mengapa aku dikatakan mengganggu orang, bahkan memuakkan? Aku bahkan selalu berusaha membantu orang lain. Pikir Sukro.
Biarlah suatu ketika mereka akan kuberi pelajaran.

Sejak kecil memang Sukro merasa ditolak oleh dunia. Orangtuanya selalu sibuk bekerja. Hingga Sukro tak diperhatikan. Kurang disayang. Ia merasa tak disukai dunia. Tak diharapkan dunia. Ia merasa ditolak dunia.

Demikianlah pagi itu, Sukro bekerja dengan tekun di kebun. Kebun tetangganya, dan sepetak kecil kebunnya sendiri.  Ia mencangkul dan menyiangi rumput dgn sabit, sambil menunduk.

Dan sepupunya, serta teman2nya, seperti biasanya mengejek dan mencemooh dia dengan menyakitkan hati. Tapi kali ini dengan kalem, Sukro berjalan santai ke arah anak2 muda yang duduk di teras rumah sambil teriak teriak. Sukro berjalan menunduk mendekati mereka. Sebatang kayu yang sudah dilicinkan dipanggulnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline