Puasa Ramadhan selalu diwarnai dengan agenda buka puasa bersama. Entah itu dengan teman, keluarga besar, rekan kerja maupun pihak lainnya. Intinya, ngumpul bareng dan buka puasa bersama.
Saya pun termasuk di dalamnya. Saya masuk golongan orang-orang yang rajin datang acara buka puasa bersama. Senang aja, karena selain bersilaturahmi, kadangkala diselingi dengan acara bagi-bagi doorprize.
Tetapi sejak pandemi COvid-19 kegiatan buka puasa bersama hilang dengan sendirinya. Kebijakan pemerintah yang melarang kumpul-kumpul dan pembatasan kegiatan di ruang publik membuat agenda buka puasa bersama -- meski masih ada satu dua -- saya abaikan.
Saya lebih suka menikmati acara buka puasa bersama anak-anak dan suami di rumah. Situasi tersebut berlanjut hingga Ramadhan kali ini.
Meski baru sepekan puasa Ramadhan dijalankan, beberapa rekan dan kawan sudah 'woro-woro' untuk kegiatan buka puasa bersama.
Termasuk komite kelas (korlas) dimana anak saya sekolah. Melalui group WhatsApp korlas, para ibu-ibu meminta saya untuk datang ikutan bukber seluruh korlas yang ada di sekolah anak saya.
Buka puasa bersama alias bukber rencana diadakan di rumah makan Aceh Bungong Seulanga Mampang Prapatan. Entah apa pertimbangannya, mengingat saya termasuk yang agar sulit beradaptasi dengan rempah masakan ala Aceh.
Tetapi bukan karena pilihan rumah makannya, saya menolak untuk bergabung acara bukber korlas. Saya lebih ingin menikmati Ramadhan ini buka puasa bersama keluarga saja. Kapan lagi bisa full sebulan penuh makan bersama anak dan suami dalam waktu yang sama dan rasa lapar yang sama? Hahaha..
Bukber bersama keluarga sejujurnya lebih bisa saya nikmati dibanding bukber bersama orang lain sekalipun di restoran mewah maupun hotel. Bukber di rumah dengan menu-menu yang saya bilang kelewat sederhana jauh lebih membuat lidah saya berselera.
Sayur bayam, tempe goreng hangat, sambal bawang ditambah ayam goreng, rasanya jauh lebih nikmat dibanding bukber di restoran mewah dengan berbagai menu sajian yang wah. Entah mengapa..