Lihat ke Halaman Asli

Inung Kurnia

TERVERIFIKASI

Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Makin Ditinggal Penuturnya, Apa Khabar Bahasa Daerah?

Diperbarui: 22 Februari 2022   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kumpuk keluarga dari Jawa/dokpri

Aku sering rindu dengan bahasa Jawa ngapak gaya Kebumen. Logat lidah asliku tersebut sudah kutinggalkan sekitar 22 tahun lalu, seiring aku merantau dan kemudian menikah dengan suku lain. Tentu dengan lingkunganku yang baru, dimana suami berasal dari suku Betawi, tidak mungkin menggunakan bahasa Jawa untuk komunikasi sehari-hari.

Pun suami, seperti sudah jadi kesepakatan, maka alat komunikasi yang digunakan dalam keluarga kami adalah bahasa Indonesia. Tidak perlu adaptasi satu dengan yang lain dalam hal bahasa. Tidak perlu dipusingkan untuk saling belajar bahasa ibu. Aku meninggalkan bahasa Jawa, dan suami meninggalkan bahasa Betawi.

Ditambah lagi, lingkungan pekerjaanku di Kota Jakarta yang mengharuskan bertemu dengan berbagai suku dan bahasa. Maka menggunakan Bahasa Indonesia menjadi pilihan tepat.

Apakah lantas dengan menggunakan Bahasa Indonesia untuk komunikasi sehari-hari, aku bisa lupa dengan bahasa Jawa? Oh tidak, malah tidak semudah itu. Bahasa Jawa yang sudah mendarah daging sejak masih balita hingga remaja seolah telah membentuk kamus abadi dalam otakku. 

Alhasil, seringkali aku harus mikir sejenak ketika harus mengucapkan sesuatu dalam Bahasa Indonesia. Sulit mencari  padanan bahasa yang tepat dalam bahasa Indonesia. Percaya atau tidak, era mbah Google yang serba pinter ini sering ku manfaatkan ketika harus mencari padanan kata antara bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia.

Sebelum ada mesin pintar Google, aku sering menggunakan bahasa isyarat saat kesulitan mengungkapkan sesuatu kepada suami. Lucu kan?

Nah ternyata, perkawinan beda suku dan bahasa bukan menjadi syarat mutlak sebuah keluarga memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Adikku yang notabene menikah sesama suku Jawa, satu kota malah, satu dialek dan satu budaya ternyata lebih nyaman menggunakan Bahasa Indonesia untuk komunikasi dengan anak-anaknya. 

Walhasil, dua anaknya yang notabene lahir di Yogyakarta, lahir di tengah keluarga Jawa, ternyata lebih mahir menggunakan bahasa Indonesia.

Ada juga temanku warga Depok yang berasal dari suku Sunda dan menikah dengan pria Sunda. Ketiga anaknya tak satupun yang bisa bahasa Sunda. Pun kawan lain yang berasal dari suku Minangkabau. Pernikahannya dengan pria Minang tak membuat anak-anaknya mahir bahasa Minang.

Meski sudah 22 tahun nyaris tak menyentuh bahasa Jawa, kerinduan itu sering muncul. Obatnya paling banter ngobrol di group WhatsApp keluarga. Jika sudah begitu, maka logat Jawa ngapak mengalir deras. Terbanyar lunas rindu Jawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline