Beberapa bulan lalu saya berkesempatan mengunjungi kawasan tambang emas Freeport di Tembagapura, Mimika, Papua. Meskipun perjalanan kali ini dalam rangka kunjungan kerja menyisir geliat proses penambangan logam mulia itu dari dekat, namun bagi saya sendiri ini perjalanan yang lain dari sebelumnya.
Pertama, provinsi paling timur ini belum pernah saya kunjungi sebelumnya ini. Dari 34 provinsi, Papua merupakan salah satu dari lima daerah yang belum saya sambangi. Dan, pertamakalinya datang, langsung ke Freeport. Semoga lain waktu saya bisa ke Jayapura, Merauke atau Raja Ampat di Papua Barat.
Kedua, pulau dan provinsi Papua sendiri merupakan magnet abadi bagi saya sebagai orang Indonesia. Selain menyimpan pesona alam di tiap lekuk bentangnya, sebuah titik di Papua menjadi salah satu idiom kebangsaan : Sabang - Merauke.
Ketiga, terkait Tembagapura, kawasan pertambangan ini begitu melekat pada provinsi sebagai penghasil emas dan tembaga. Sedangkan Freeport, siapa sih yang belum mendengar nama perusahaan besar ini lantaran rajin diberitakan dan diperbincangkan terkait soal produksi, konsesi dan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia.
Itu semua yang membuat saya begitu bersemangat sekaligus penasaran dalam perjalanan ke perut Bumi Cenderawasih. Kapan lagi kan bisa melihat dari dekat tambang logam mulia yang harga per tanggal 28 Maret 2017 mencapai Rp 590 ribu per gram (berdasar harga emas PT Aneka Tambang Tbk).
Berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta pukul 20.00 WIB, pesawat Airfast Indonesia membawa kami terbang selama 6 jam tanpa transit. Ketika pintu dibuka usai roda pesawat menjejak aspal Bandara Mozes Kilangin, Timika, Mimika, angin dingin dini hari segera menerjang. Maklum saat itu waktu di Papua pukul 04.00 WITA, ada selisih wilayah waktu 2 jam antara Jakarta dengan Papua.
Setelah menghangatkan diri dengan teh, kopi dan sarapan, saya salat subuh di mushola bandara sambil menunggu hari terang. Saat itu pula, dibagikan jaket tebal. "Siap-siap untuk udara yang makin dingin," kata staf penjemput dari Freeport. Satu jam kemudian, kalau tidak salah ingat, pukul 06.00 tiga helikopter bergantian mendarat untuk menjemput kami. Dimulailah perjalanan inti ke Freeport.
Sejak heli Mi 171 buatan Rusia itu mengudara, tak henti shutter kamera ditekan merekam kabut pagi dataran rendah hingga mengabadikan selimut kabut dataran tinggi sejurus helikopter menelusuri punggung pegunungan Jayawijaya.
Setelah terbang 45 menit, tibalah kami di landasan heli Tembagapura. Sebenarnya titik landasan berada di atas kota Tembagapura dan mesti melanjutkan dengan bus serta kendaraan operasional 4x4. Bus yang digunakan sejatinya berbasis truk, bermerek Western Truck, yang memang memiliki spesialisasi beroperasi di medan berat. Sedangkan mobilnya ialah Land Rover 4000 cc.
MOUNTAIN SICKNESS
Di titik ini, mulailah serangan mountain sickness menerjang saya. Syukurlah "hanya" berupa sakit kepala dan itupun tertutup oleh adrenalin yang dipicu antusiasme. Sedikit reda berkat teh panas di komplek penginapan tamu, dengan kepala mulai berdenyut kami segera melanjutkan perjalanan ke Grasberg.