Lihat ke Halaman Asli

[Untukmu Ibu] Engkau Tak Salah Ibu...

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13878142191538912889

[Untukmu Ibu] Engkau Tak Salah Ibu...

Oleh : Achmad Burhanuddin

No. 387

Ibu...

Teringat olehku bahwa di bulan ini terdapat tanggal yang katanya menjadi tanggal  yang spesial untuk para wanita yang ada di Negara Indonesia. Tanggal 22 Desember, tanggal yang ditetapkan sebagai Hari Ibu oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Semua orang berlomba-lomba menyiapkan untuk hari tersebut. Berkat kemajuan zaman, teknologi berkembang dengan pesat menyebabkan semua orang mengenal Hari Ibu. Mungkin bagi ibu tidak pernah terbayang dan mengerti apa itu Hari Ibu karena keterbatasan media waktu itu. Begitu juga dengan aku dan ketiga saudaraku, kami tidak pernah merayakan Hari Ibu dengan mengkhususkan satu hari untuk menyanjung dan membahagiakan ibu. Bagiku setiap hari adalah sama. Aku ingin setiap hari bisa membuat ibu bahagia. Melihat senyum yang terurai syahdu terukir di bibir ibu.

Sempat terlintas dalam benakku, ingin merasakan semarak Hari Ibu dengan mengungkapkannya secara langsung kepada ibu. Namun niat tersebut tak pernah tersampaikan. Aku takut Ibu akan merasa aneh dengan tingkahku yang tiba-tiba berubah seperti itu dan tidak pernah ada dalam tradisi keluarga. Selain itu aku tak kuasa membendung air mata ini yang tiba-tiba berontak ingin mengucur deras bagai tsunami saat kuingat semua tentang kasih sayang ibu. Aku takut ibu menjadi kuatir dengan tingkah yang terjadi padaku.

Ingin kurangkai aksara mengenai kebaikan ibu, namun itu tak sanggup jua kulakukan. Entah mengapa walaupun sebagai seorang lelaki, aku begitu cengeng ketika mengingat tentang Ibu. Maafkan aku ibu, jika selama ini aku masih belum bisa membuatmu bahagia dan banyak merepotkanmu. Aku selalu berusaha menjadi anak yang berbakti untuk ibu.

Ibu...

Hari ini, aku mencoba menguatkan kelopak mata untuk membendung air mata yang mulai berontak. Kucoba tetap menari-narikan jemari diatas keybord hingga tulisan ini usai. Jika mengingat kebaikan ibu niscaya butuh jutaan lembar untuk menuliskannya. Kasih sayang yang ibu berikan tanpa kenal lelah dari bayi hingga aku dewasa masih terekam kuat dalam memoriku. Bagaimana perjuangan dan pengorbanan ibu membantu kehidupan ekonomi keluarga. Berlalu dari pasar ke pasar dibawah terik matahari menjajakan mukenah menuju satu toko ke toko lain. Semua ibu lakukan dengan ikhlas dan tanpa keluh-kesah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline