Lihat ke Halaman Asli

Nasib Pendidikan Kami di Pulau Bagaimana?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1338231055727561304

(salah satu lembaga pendidikan di pulau giligenting sumenep)

Tidak banyak yang bisa saya ceritakan tentang tanah kelahiran saya itu, hanya sebuah pulau dengan kapasitas memuat empat desa. Tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, begitula kira-kira. Oh ya, nama pulau saya pulau giligenting, pulau saya masih bagian dari area kepulaun yang ada di madura, kabupatennya sumenep. Sebagai catatan, untuk menyebrang ke sumenep kami harus menempu jarah sekitar 45 menit dengan menaiki parahu sederhana yang terbuat dari kayu.

Kali ini saya akan bercerita tentang kondisi pendidikan yang menurut hemat saya sunggu sangat memperihatinkan. Sebenarnya di pulau Giligenting untuk lembaga pendidikan sudah ada sekolahan tingkat SMA, hanya saja kondisinya masih jauh dari harapan. Salah satunya yaitu persoalan fasilitas yang masih jauh dari standar yang ditetapkan oleh Departeman Pendidikan. Entahlah siapa yang harus disalahkan, padahal kami sebagai warga negara sebagaimana yang diatur oleh undang-undang, bahwa biarpun anak dari kepulauan terpencil seperti di pulau Giligenting juga memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan secara sempurna sebagaimana yang telah diperoleh anak-anak yang ada di kota.

Kebetulan saya adalah salah satu orang yang diberi amanah menjadi seorang kepala sekolah disalah satu lembaga yang ada di pulau Giligenting. Sebagai seorang kepala sekolah saya berpikir, bagaimana sekolah ini bisa berkembang, anak-anak didiknya jadi orang pandai sementara fasilitasnya benar-benar sangat memperihatinkan. Bahkan fasilitas utama seperti buku bacaanpun tidak ada.

Sunggu hati saya gunda gulana, kadang saya masuk kesalah satu kelas buat memberi semangat kepada anak didik saya. Saya katakan pada mereka, supaya mereka rajin membaca. Kemudian mereka jawab dengan jawaban polosnya, “Ngak ada bukunya pak”. Sebagai seorang guru yang sekaligus merangkap kepala, tenggorokan saya saat itu rasanya seperti tersekat, tak bisa menjawab.

Dalam catatan sederhana ini saya hanya berharap hal ini menjadi salah satu hal yang utama untuk dipikirkan, dicari jalan keluarnya khusunya kepada lembaga negara baik yang ada di daerah maupun dipusat.

Bagaimana bangsa ini akan maju kalau lembaga pendidikannya tak diurus, toh kalaupun diurus, ya mbok ne jangan setenga-setenga lah. Artinya, jangan hanya teori tapi gresrut-nya dilapangan supaya benar-benar ditingkatkan.

Biarpun kami tinggal di pulau terpencil, tetap toh, kami juga bagian dari bangsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline