Lihat ke Halaman Asli

PKM RSH Intellectual Guardian

Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa UNNES Kaji Fenomena Maraknya Karya Cipta dari AI dalam Perspektif Hukum Intelektual

Diperbarui: 3 Juli 2024   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa UNNES Semarang yang tegabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humariona (PKM-RSH) 2024 / dokpri

Pesatnya kemajuan teknologi saat ini memunculkan trend pengunaan artificial intelligence (AI) di berbagai dunia, termasuk di Indonesia. Segala bidang jenis pekerjaan terkena dampak dari masifnya pengunaan AI ini, salah satunya bagi para pekerja industri kreatif, terkhusus para Ilustrator tanah air. Atas fenomena sosial tersebut, mahasiswa UNNES yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) memiliki ketertarikan untuk meneliti fenomena tersebut secara mendalam pada perspektif hukum. Tim yang terdiri atas Dedi Gunawan, Faqih Imam Muzaqi, Aldafi Prana Tantri, Maulida Nurul Khomariyah, melalui bimbingan Dosen Hukum UNNES, Waspiah Tangwun S.H., M.H., mengangkat judul penelitian ‘Hard Regulations Human Centric: Pengembanan Hukum Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Ilustrator terhadap Karya Cipta Artificial Intelligence’

Kemunculan perusahaan-perusahaan Internasional dalam membuat website AI menjadi perbincangan hangat di sosial media. Banyak perusahaan terkenal, salah satunya Mircrosoft turut menciptakan sistem AI yang digadang-gadang dapat secara mudah menjalankan perintah dari pengunannya, salah satunya menciptakan suatu karya digital sesuai keinginan para pengunaanya. Hal ini menimbulkan respon yang positif dan negatif atas kemudahaan tersebut.

Respon negatif itu salah satunya diutarakan oleh Ario Anindito (Ilustrator Marvel) yang merasa keberatan atas adanya AI dalam menciptakan karya seni. Pengunaan AI dalam karya seni disebabkan oleh adanya pencurian style dan gaya illustrator-ilustrator lain dalam menciptakan karya dari AI ini. Cara kerja sederhana dari AI tersebut dengan cara memasukan berbagai hasil karya illustrator yang beredar di Internet, kemudia sistem AI akan melakukan penyempurnaan dari bahan-bahan tersebut, sehingga dapat menciptakan suatu karya yang baru.

Hal tersebut dinilai oleh para Ilustrator merupakan pelanggaran etika, karena karya-karya mereka dijadikan bahan untuk AI pada perusahaan tersebut untuk dijadikan karya baru dengan tujuan komersialisasi karya. Selain masala etika, berpotensi akan menghilangkan pekerjaan Ilustrator di tanah air dan menghambat adanya perkembangan kreativitas secara signifikan.

“Dari hasil survei internal kami, data menunjukan mayoritas illustrator di tanah air menginginkan perlindungan hukum bagi karya-karyanya atas fenomena tersebut.’ Ungkap Dedi Gunawan, Ketua tim PKM, rabu (3/7/2024)

Belum adanya regulasi yang jelas di Indonesia mengenai pengunaan AI menjadi dorongan atas penelitian yang sedang dilakukan ini. Output yang akan dihasilkan oleh penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan kajian bagi pemerintah untuk segera menciptakan peraturan terkait untuk melindungi hak-hak salah satunya hak cipta dari illustrator dan mengatur ekosistem AI di Indonesia

“Harapanya setelah selesainya penelitian ini, pemerintah segera menciptakan regulasi berkaitan dengan AI bagi para pengguna dan perusahaan yang menciptakan AI. Hal ini ditujukan agar tidak adanya pihak yang merasa dirugikan atas fenomena yang sedang terjadi saat ini” imbuhnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline