Lihat ke Halaman Asli

Indrian Safka Fauzi

Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

Bagaimana Cara Mengatasi Trauma yang Terlanjur Menguasai Diri?

Diperbarui: 21 September 2022   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Trauma (Sumber: Freepik)

Selamat Pagi sahabat setia Kompasianer dan Readers budiman.

Tema ini masih tentang bahasan Ilmu Neurosemantic. Perihal Trauma mengapa bisa menguasai pikiran diri.

Sejatinya Trauma yang sering disebut cedera parah pada kejiwaan, bisa terjadi karena suatu peristiwa mengerikan dan menakutkan yang kita putar ulang terus menerus dalam pikiran kita, bak film yang diputar tiada henti dalam pikiran kita. Karena itu rasa takut yang melekat pada memori itu semakin menguasai pikiran kita, hingga kemudian berpengaruh pada kondisi kejiwaan dan respon raga kita.

Hingga pikiran kita terus-menerus memaknai hal demikian sebagai hal yang mesti dihindari, karena jika kita mencoba melawannya, seakan-akan jiwa menjerit dan memberikan perlawanan ketika mengalami kejadian serupa persis kejadian trauma masa lalu yang dihadapi didepan mata di waktu kini (present time).

Lantas bagaimana solusi tepat jika kita mengalami Trauma akan suatu hal?

Saya beri contoh.

Saya termasuk seorang yang trauma saat hendak menggunakan motor kopling ayahanda saya. Saya mencoba latihan di jalan raya mengendarai motor kopling lengkap dengan helm dan membawa kartu SIM dan STNK seperti biasa.

Namun di perjalanan, ketidakmahiran saya saat membawa motor kopling menjebak saya pada suatu permasalahan yang menakut-nakuti diri sendiri. Yaitu motor saya tiba-tiba mati, dan repotnya lagi para pengendara mobil dibelakang saya mengalami macet karena apa yang saya hadapi. 

Bijaksananya para pengendara mobil yang mengetahui bahwa saya sedang belajar mengendarai motor kopling. Tidak ada suara klakson bahkan teriakan marah dari sopir mobil yang menunggu saya maju.

Semenjak kejadian itu selama beberapa tahun saya mengalami trauma berat, tidak mau lagi mengendarai motor kopling.

Dan akhirnya saya menyadari setelah belajar ilmu Neurosemantic. Ternyata permasalahan bukan pada apa yang saya takutkan, karena saya terus membayangkan kejadian masa lalu yang cukup serius berulang kali, dan membenarkan diri untuk tidak lagi mengendarai motor kopling.

Saya mulai memaknai kejadian tersebut bukan karena rasa takut yang menguasai diri, tapi karena memang saya kurang latihan yang konsisten untuk belajar motor kopling.

Menimbang saya belum ada kesempatan untuk menaiki motor karena perlu restu dari kedua orang tua akan urgensinya. Saya sedikit demi sedikit mencoba berlatih diri untuk mengendarai motor yang terbilang dibawah kerumitan operasinya dari motor kopling seperti motor gigi. Dengan rasa penuh percaya diri. Itu juga kalau saya diberikan kesempatan oleh ibunda untuk membawa motor gigi. Kalau motor matic saya sudah menguasainya dengan cukup baik, dan penuh percaya diri.

Memang dalam hal berkendara saya terbilang cukup lama untuk menguasai. Karena semenjak SD saja, saya baru bisa membawa sepeda gayuh saat duduk di bangku kelas 6 SD. Itu karena saya belum apa-apa sudah takut untuk mencoba.

Jadi jangan takut untuk mencoba melawan apa yang kita takutkan pada diri kita, dengan merubah makna dari suatu peristiwa yang membuat diri dikuasai rasa takut dengan rasa penuh percaya diri bahwa sebenarnya kita bisa.

Sejatinya masalah, ada pada pikiran kita. Kita terlalu fokus dengan ketakutan dari suatu peristiwa yang dialami. Hentikan memutar kenangan tersebut dengan makna yang menakut-nakuti diri. Karena membuat kita sampai lupa bahwasanya manusia bisa karena biasa. Kita takut karena tidak mau mencoba, dan kemudian melatihnya terus menerus hingga bisa dan menguasainya.

Memang, semua minat dan bakat kita juga salah satu faktor penunjang yang utama. Tapi apa salahnya mencoba dan berlatih. Pasti dengan sendirinya makna kita tentang peristiwa menakutkan itu hilang dengan sendirinya. Karena kita punya kuasa atas diri kita sendiri, dan mampu menaklukan pikiran kita yang dikuasai oleh rasa takut.

Kisah diatas baru sebagian kecil dari kisah trauma. Lantas bagaimana tentang trauma seperti tidak mau menikah karena rasa takut menghantui akibat pengalaman masa kecil merasakan kengerian dari broken home?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline