Selamat Pagi sahabat Kompasianer dan Readers~ Senang rasanya dalam keadaan sehat untuk tetap berkarya puisi~ Hehehehe!
Selamat membaca!
Aku menatap androidku yang sudah rusak tak bisa dipergunakan. Kenangan itu mengingatkanku pada penggunaan aplikasi whatsapp yang tenar dizamannya. Maka kuambil selembar kertas. Dan kutuangkan asa melalui guratan-guratan pena.
Berhari-hari pesan whatsapp ku tak terbalas...
Hanya sekedar centang biru dan terbaca...
Namun beliau sepertinya sedang menyelidiki diri saya...
Mempelajari tentang kata-kata saya...
Dibalik hening yang dirasa...
Terkadang prasangka bermunculan dalam benak...
Apakah beliau menghormati saya?
Atau menghinakan saya?
Hanya beliau dan Tuhan yang tahu jawaban...
Walau jawaban itu tak terungkap...
Karena tak ada balasan darinya...
Whatsapp tak terbalas itu menyiratkan pesan...
Bahwa terkadang diamnya seorang adalah jawaban...
Yang menggambarkan rasa...
Bahwa ia ingin diriku semakin dewasa...
Dalam berkata-kata...
Aku mengakhiri puisi tentang pengalaman itu. Bagiku dalam mengetik tentang kata, pengalaman interaksi akan semuanya yang ada. Menjadikan ku belajar. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang pandai dalam berkata-kata. Walau memang terkadang diri ini sering menyinggung perasaan seorang, dibalik ketidaktahuan dan kurang pekanya rasa dalam berkata.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 11 Agustus 2022.
Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
For our spirit... Never Die!