Lihat ke Halaman Asli

Indrian Safka Fauzi

Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

Qurani Science: Hikmah Menjaga Kesadaran dengan Shalat (Al-Maun ayat 4 - 6)

Diperbarui: 13 Juli 2022   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Freepik

Selamat berjumpa kembali sahabat kompasianer dan readers~ Saya mau membahas tema kesadaran melalui pendekatan Quran.

Ini adalah bahasan serius, dan bukan main-main bagi Umat Islam. Jadi persiapkan mental yang kuat untuk membacanya dengan khidmat ya~

Qurani Science adalah Bentuk Pendekatan Sains terhadap Ilmu Ruhani yang disampaikan Al-Quran. Dengan memaknai ayat-ayat suci Quran guna meraih keselamatan hidup. Melalui potensi Akal yaitu Kreasi, saya menyuguhkan bacaan serius yang benar-benar realistis dan berdasar fakta kehidupan dunia.

Quran yang saya teliti mendalam adalah Quran cetakan dari Cordoba standar Indonesia yang bernama Al-Uswah.

Baik berikut kajian pendekatan saintifik Qurani yang saya sajikan.

Al Maun ayat 4-6 berbunyi:

  1. Maka celakalah orang yang shalat
  2. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya.
  3. yang berbuat Riya.

Ada tiga kata kunci yang kita dapatkan, yakni "Celakalah", "Lalai terhadap Shalat" dan "Riya". Mari kita definisikan sesuai realita kehidupan.

Orang yang tidak terjaga kesadarannya dengan melalaikan shalat seperti dengan kebiasaan:

  1. Semasa usia Aqil Baligh menuju Dewasa, berlaku semena-mena terhadap Ibadah Shalat yakni dengan menyepelekan Ibadah Shalat praktiknya yaitu meninggalkan kewajiban pelaksaan shalat. Akibatnya di usia dewasa, kehidupannya dipenuhi cobaan-cobaan hidup seperti dipertemukan dengan orang-orang yang ia anggap dzalim, orang-orang yang sering merugikan dirinya, dan orang-orang yang egois terhadap dirinya. Semua itu semata-mata sebagai balasan setimpal, guna menyadarkannya di masa ia dewasa agar hidup ia kembali kedalam jalan yang lurus dan di ridhai Allah.
  2. Orang yang tidak mengucapkan Nama Suci Allah (seperti kalimah "Allahu Akbar") dalam shalat, tidak dibaca dalam hatinya, pikirannya, dan lisannya dalam satu kesadaran yang terjaga. Akibatnya fatal, setelah ia shalat, ketidaksadaran melekat pada dirinya.
  3. Dan kebiasaan buruk tidak dalam berkesadaran saat membacakan kalimah surah dan doa lainnya.

Apabila ketidaksadaran melekat pada diri seorang muslim, maka akibatnya "Celakalah!". Ada dua jangka waktu dari makna celaka bagi muslim yang lalai dalam shalat.

  1. Allah masih menyayangi seorang yang dipenuhi ketidaksadaran akibat ia melalaikan shalat yaitu dengan fenomena kecelakaan yang menimpanya semasa hidup di dunia. Seperti kecelakaan yang masih membuatnya dapat terselamatkan di dunia, seperti selamat dalam musibah berkendara, selamat dalam musibah penipuan, selamat dalam musibah bencana alam. Allah masih menyayangi seorang yang diberikan cobaan tersebut, karena seorang hambanya menjadi tersadar dan mengambil hikmah bahwa ia harus dalam keadaan terjaga dengan tidak melalaikan shalat. Maka fenomena bencana yang terjadi dimuka bumi, semata-mata diakibatkan kehidupan masyarakat dipenuhi ketidaksadaran yang berujung pada degradasi moralitas ditandai kriminalitas merajalela, kemarahan-kemarahan yang bersifat materialistis-hedonistis merajalela (yaitu kemarahan hanya demi mengejar kenikmatan dunia yang sesaat), dan pengerusakan alam terjadi dimana-mana.
  2. Allah murka pada hambaNya yang meningkari-Nya dalam peribadatan Shalat. Akibatnya ia harus berhadapan dengan Neraka Jahanam di Akhirat guna memulihkan kesadarannya, namun apadaya setelah manusia masuk kedalam Neraka Jahanam manusia malah semakin mengingkari Allah dan diliputi ketidaksadaran yang kekal, akibatnya manusia kekal dalam siksa api Neraka Jahanam selama-lamanya.

Kemudian ada bahasan tentang "Riya" berikut penjelasan secara pendekatan Saintifik realita kehidupan.

  1. Seorang dapat SAH dikatakan Riya dalam shalat, apabila ia memamerkan ibadah shalatnya ke hadapan publik, sementara ketidaksadaran masih melekat pada dirinya, cirinya ia ingin dikenal publik sebagai ahli ibadah saat waktu-waktu tertentu. Namun pada praktik kesehariannya, ia menganggap tidak ada siapapun yang melihat ia meninggalkan shalat saat ia tidak dalam sorotan banyak orang. Artinya padahal dimasa kesehariannya, ia sama sekali tidak pernah mengerjakan shalat, namun saat tertentu karena ada kepentingan, ia ingin terlihat sebagai seorang ahli ibadah. Dan ini adalah simbol pencitraan, dan memalsukan tanggungjawab dirinya sendiri.
  2. Sangat beresiko apabila kita menjudge seorang itu Riya atau Sum'ah (memperdengarkan ibadahnya) kepada khalayak. Padahal seorang yang dijudge Riya itu ternyata adalah benar-benar seorang ahli ibadah. Perkataan judgmental itu malah berbalik pada diri kita, pada akhirnya malah kita sendirilah yang sebenar-benarnya berlaku Riya. Jadi ucapan Riya dan Sum'ah tidak bisa sembarangan di ucapkan kepada seorang apalagi dihadapan publik bila benar-benar tidak terbukti. Ucapan judgmental bisa mengikat kita pada ketidaksadaran yang nyata.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline