Lihat ke Halaman Asli

Indrian Safka Fauzi

Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

Antara "Merasa" dan "Berlogika"

Diperbarui: 7 Juni 2022   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik

Umat manusia di muka bumi kini didominasi oleh potensi kecerdasan akal dengan di tandai kemajuan kemampuan berlogika.

Kemampuan berlogika mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, yang sistematis, terukur, rasional, terstruktur, dan mendalam.

Sehingga wajar saja jika pengetahuan Ruhani yang ada di kitab suci mesti dikonversi menjadi pengetahuan filsafat sehingga terjadi pendekatan yang mudah dipahami manusia yang selalu mengasah potensi akalnya dibanding potensi kecerdasan hati.

Potensi kecerdasan hati itu melibatkan perasaan dan merasakan perasaan juga pengalaman seorang. Seorang akan terhubung dengan sifat welas asih dan cinta, apabila satu rasa dan satu perjalanan hidup (memiliki pengalaman satu jalur).

Sehingga wajar saja jika kita disebut "Gila" oleh orang-orang tak berperasaan nurani, atas seorang yang mengungkapkan pengalaman spiritualnya seperti pernah merasakan euforia kehidupan surgawi saat ia "mati suri" ataupun merasakan kengerian siksa neraka saat ia "mati suri" juga. 

Bahkan sekelas Baginda Rasul Muhammad S.A.W dicap "gila" oleh kaum kafirin Quraisy Mekah saat beliau menjelaskan pengalamannya di-Miraj-kan Allah menembus langit ke-7 dalam satu malam, karena memang kondisi penduduk mekah di zaman yang dikenal jahiliyah sangat merosot kecerdasan spiritual dan moralitasnya. 

Oleh karena itu perlu diimbangi pendekatan kecerdasan akal bagi para penjelajah pengetahuan ruhani, agar dapat menjelaskan secara lebih sistematis, terukur, rasional, terstruktur dan mendalam, atas pengalaman ruhani/spiritual yang ia rasakan agar masyarakat seluruhnya dapat menerima apa yang dirasakan para penjelajah pengetahuan ruhani. Tentunya pendekatan Filsafat (melalui perumpamaan sederhana dan relevan dengan realitas) sangatlah relevan untuk membantu pemahaman masyarakat akan pengetahuan spiritual yang didermakannya.

Antara "Merasa" dan "Berlogika". Merasa bisa diasah dengan berempati dan meluaskan asa dan pengalaman hidup dunia dan spiritual, berlogika bisa diasah dengan berliterasi dan selalu melatih kemampuan berkalkulasi.

Salam literasi!

Tertanda.
Rian.
Cimahi, 7 Juni 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline