Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Tirmidzi).
Dengan rumus berkehidupan diatas membuat kita berkewajiban untuk mengingat kebaikan sesama kita kepada diri kita, dan mengingat keburukan kita pada sesama.
Dan kita mesti melupakan kebaikan kita pada sesama, agar diri kita tidak merasa sebagai orang paling baik sedunia, sehingga berpotensi membenarkan perilaku yang merugikan sesama. Juga mesti melupakan keburukan sesama pada kita, agar kita tidak menjadi pribadi pendendam. Ini adalah metode ampuh agar kita dapat menjadi seorang yang berkarakter indah dan mulia, yang senantiasa dalam keadaan menjadi versi terbaik dari sebelumnya, dan selalu mengkoreksi diri.
Dengan membangun pemikiran demikian diatas, kita diajak untuk menjadi pribadi yang penuh rasa syukur, juga penuh rasa terima kasih pada sesama. Hidup kita terbebas dari sifat-sifat kurang baik yang melekat pada pribadi kita. Dengan bingkai pikiran (Frame of Mind) diatas, kita mampu terbebas dari dominasi sifat abai yang merupakan benih-benih rasa ingkar, yang membuat diri kita gelap mata karenanya untuk membenarkan tindakan yang merugikan orang lain.
Kita berkewajiban untuk selalu mengucapkan terima kasih pada sesama yang memberikan kebermanfaatan hidup kepada kita. Ini adalah wujud syukur yang nyata kepada beliau yang merelakan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk didermakan kepada diri kita yang fakir ini. Maka ucapan terima kasih wajib diucapkan pada sesama kita, dengan niat meluhurkan sesama penuh ketulusan.
Melalui Frame of Mind diatas, tentu dapat memberi ruang yang luas didalam alam pikiran kita, menjadi banyak dan besar pada diri untuk selalu mengevaluasi dan bermuhasabah diri. Sehingga meminimalisir ruang untuk judging perlakuan orang lain terhadap diri sendiri. Ungkap sahabat saya, Saudara Dhey Siregar yang sama-sama belajar keilmuan Neurosemantic.
Kita masing-masing adalah makhluk yang di satu sisi dirancang sempurna, di sisi lain juga penuh dengan keterbatasan yang membuat manusia adalah tempatnya lupa dan khilaf. Maka kita akan rendah-hati membereskan, kealpaan, ketidaksadaran, dan kelalaian kita. Ungkap Guru saya, Bapak Prasetya M. Brata.
Dengan demikian Cara berfikir diatas sangat efektif guna menjadikan diri sebagai Pribadi yang menguntungkan diri dan sesama hidup.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 23 April 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H