Lihat ke Halaman Asli

Indrian Safka Fauzi

Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

Kesederhanaan adalah "Koentji" Berkebijaksanaan dan Berkesadaran

Diperbarui: 12 April 2022   04:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: fathani.com

Menjadi hidup sederhana, tidak memperlihatkan tampilan kemegahan gaya hidup, berupaya meluhurkan sesama adalah bukti hidup ia sebenarnya sarat kedudukan yang luhur.

Banyak orang-orang kerepotan sendiri dan babak belur secara ekonomi, demi memperjuangkan hasrat gaya hidup yang mewah dan megah. Sampai hutang sana-sini, pinjol jadi sasaran, yang akhirnya harta ludes semua karena terjerat bunga hutang.

Pandai menjadi pribadi sederhana itu sejatinya butuh jalan terjal dan rasa perih dihati. Kita harus mengorbankan perasaan, merasa diri direndahkan oleh orang-orang yang hanya melihat tampilan materi yang kita miliki sahaja. Kita terpaksa untuk dijudge "jangan deket-deket sama dia, dia orang susah," dan ungkapan perih nan pedih lainnya.

Padahal ada kisah mengharukan dibalik jalan hidup kesederhanaan. Jika para petinggi negara berupaya jalan hidup dengan bergaya hidup sederhana dan membumi dengan rakyat terkasih, semua kalangan rakyat pasti mendambakannya dan tak ada jarak pemisah ibarat bumi dan langit.

Kesederhanaan adalah bukti nyata kita dihadapan Tuhan Yang Maha Kaya. Bahwa kita sejatinya fakir, tak punya apa-apa. Semua harta yang dimiliki tak ada artinya, bahkan menjadi beban moral yang mengukur berat timbangan pahala dan dosa di Yaumul Hisab (Hari Perhitungan Amal), dari mana harta kita berasal, dipergunakan untuk apa, bagaimana cara memperolehnya, pertanyaan 5W + 1H akan dicercar pada sang pemilik harta melimpah. 

Dan uniknya orang-orang fakir semasa di dunia, malah paling cepat melalui Yaumul Hisab, seperti perlakuan VVIP (Very Very Important Person) guys! Karena apa yang mesti dihisab, toh dia fakir semasa di dunia kok.

Beda jauh, jika kita mempergunakan harta dan fasilitas duniawi guna mencerdaskan sesama hidup, sangat relevan dengan visi konstitusi dasar kita "Mencerdaskan Kehidupan Berbangsa". Nah harta benda yang dipergunakan di jalan inilah yang kelak akan meringankan perjalanan berat kita di Yaumul Mahsyar.

Kesederhanaan adalah "Koentji" agar kita makin bijaksana dan makin berkesadaran. Hati kita semakin terasah untuk memahami sesama, tutur kata yang penuh keelokan bahasa nan penuh kelembutan, hiasan personalitas yang makin menggugah hati para pemirsa karena piawai dalam berkebaikan dan berkebenaran. 

Bulan puasa ini dijadikannya untuk menahan nafsu diri yang serakah dan tak pernah puas belanja kemewahan dan kemegahan, mari belajar jadi pribadi yang sederhana dengan gaya hidup seadanya tanpa perlu merogoh kocek dompet yang sudah kedinginan sepi pengunjung kertas kertas merah rupiah ahahahah.

Belajar menjadi pribadi sederhana, belajar untuk sadar urgensi. Yakni urgensi mana yang benar-benar kita butuhkan (need), dan mana yang sekedar untuk melampiaskan keinginan yang tak pernah ada puasnya itu (lust).

Belajar menjadi pribadi sederhana, belajar untuk memiliki kepekaan sosial yang hebat, tidak menjadi sosiopat apalagi psikopat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline