Lihat ke Halaman Asli

Indrian Safka Fauzi

Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

Kalkulasi Masa Krisis (Episode 2) - Tata Cara Bersandar pada Keberlimpahan Alam

Diperbarui: 25 Maret 2022   05:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Karya Pribadi menggunakan Powerpoint dan Adobe Photoshop

Selamat berjumpa kembali Sahabat Kompasiana.

Rian begitu kerasnya mengingatkan tentang efek domino dan berantai yang terjadi (pada episode pertama, klik link ini untuk mengetahui episode sebelumnya) tentang akibat sebab-sebab bertentangan dengan hukum alam yang diperbuat oleh manusia, sehingga akibatnya Reaksi Alam menyengsarakan terjadi seperti Degradasi Moralitas yang ditandai Kriminalitas yang merajalela dan manusia beroperasi bukan sebagai manusia yang berkesadaran (berperiaku seperti reptil, dan makhluk berkesadaran rendah yang merugikan kehidupan), wabah penyakit makin merebak, gejolak alam yang menggemparkan, konfilk terjadi dimana-mana, manusia semakin haus akan kekuasaan, kekayaan, dan kenikmatan yang dilakukan secara tidak sah dimata hukum dan agama.

Ketidakstabilan ekonomi dijadikan permainan para Adikuasa. Dan apakah kita terus mengandalkan sistem perekonomian untuk kesejahteraan bangsa sementara Alam kini tidak bersahabat dengan ditandai fenomena-fenomena alam yang terjadi? 

Apakah uang mampu dipergunakan untuk menaklukan alam? Rian bertanya kepada masyarakat yang berkesadaran minimal 5+. (silahkan buka link ini tentang level kesadaran agar tidak gagal paham bagi yang belum membaca manfaat mempelajari pengetahuan Triangle Meta Link 1/Level Kesadaran - Link 2/Kesadaran Minus - Link 3/Kesadaran berkualifikasi)

Untuk dapat bersandar pada keberlimpahan alam harus ada bayaran mahal yang mesti dibayar, dan tugas kita bagi yang berkesadaran 5+ juga keatas dan memiliki kuasa pada lingkungan sekitar kita yang mau disadarkan untuk kita mulai dari sekarang sebelum menyesal. Yang diantaranya:

1. Jika ingin mengkonsumsi daging-dagingan hewani, wajib dari hasil kurban suci. Bukan asal jagal yang ugal-ugalan demi kepuasan perut dan lidah semata. Al-Quran mengajarkan kepada umat manusia dalam Surah Al-Kautsar tentang perintah berkurban. Artinya Idul Adha adalah sebuah tradisi dan sarana pelatihan kita untuk berkurban pada hari-hari biasa pada umumnya.

Berkurban harus pakai ilmu, Seorang yang memiliki otoritas/kewenangan dari seluruh kalangan agama manapun untuk menyembelih hewan kurban haruslah mampu berempati merasakan perasaan dan kerelaan hewan yang ingin disempurnakan ruhnya di hadapan Tuhan Yang Maha Adil. 

Sehingga dengan bahasa hati, sang juru penyembelih baru diperbolehkan menyembelih hewan yang rela dikurbankan tersebut, dan daging hewan tersebut dinyatakan Halal untuk dikonsumsi. Namun kenyataan yang terjadi, kita memperlakukan hewan kurban sebagai ternak pemuas lidah dan perut belaka.

Apakah pantas kita disebut Manusia yang taat akan perintah agama? Sembarangan jagal tanpa ilmu, lihat apa yang terjadi pada fenomena tahun 2021 setelah Idul Adha digelar! Rian berbicara data, grafik wabah covid meningkat drastis setelah penjagalan massal yang tak berdasar ilmu terjadi, masyarakat makin sengsara. 

Pertanyaannya, apakah ada rasa tanggungjawab para penjagal hewan hewan tak berdosa tersebut? Apakah kita mau mengulang terjebak dengan lubang yang sama nanti setelah Idul Adha 2022 digelar?

Rian kembali bertanya, apakah anda bertanggungjawab pada Ruh yang mengisi badan sang hewan yang tak berdosa demi isi perut dan rasa nikmat lidah anda?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline