Lihat ke Halaman Asli

LGBT

Diperbarui: 26 Maret 2016   01:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin, kisah LGBT marak diperdebatkan. LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender). Saya rasa tidak sedikit yang tidak paham semua kata dari singkatan tersebut. Lesbian : pasangan perempuan & perempuan. Gay : Pasangan Lelaki & lelaki. Biseksual : suka laki-laki maupun perempuan. Transgender : Jiwa laki-laki yang terperangkap dalam tubuh perempuan ataupun jiwa perempuan yang ada didalam tubuh laki-laki.

Kira-kira seperti itu. Sementara mungkin yang muncul ke permukaan ya hanya dua yang awal saja. Sisanya mungkin masih bisa bernafas lega.

Yang dibahas? Sederhana. Entah dimulai dari mana, entah siapa yang mulai, tiba-tiba semua orang menolak LGBT.  Seakan mereka pernah diterima saja. Mereka dianggap berpenyakit, menular, memberi pengaruh buruk terhadap anak-anak di masa depan.

Padahal kisah cinta mereka bukan satu atau dua. Yang muncul kepermukaan dan terkenal paling hanya beberapa, itupun melalui film atau buku. Memang pernah ada yang melarang? Lah di toko buku di ibukota bahkan memiliki rak khusus untuk buku-buku bertemakan kisah cinta LGBT, dan beberapa seharusnya mampu disejajarkan dengan buku-buku best seller di Indonesia. Memang ada yang pernah peduli?

Film-film holywood dengan tema sama pun masuk ke Indonesia tanpa dapat perhatian apa-apa. Film dalam negri pun sama. Kalian tahu berapa banyak film Indonesia dengan tema kisah cinta LGBT yang mampu mengurai air mata lebih banyak dibanding dengan film remaja tanpa plot?

Aneh saja kemudian serentak gerakan yang sama menyerang mereka. Seakan mereka bukan manusia saja.

Berpenyakit? Mungkin suatu hari saya bisa ijin tidak masuk kantor karena saya sakit lesbi. Seperti cara masyarakat di suatu negara, ketika menterinya bilang LGBT adalah penyakit.

Menular? Well. Cara paling mudah untuk dicintai adalah dengan mencintai. Di banyak kasus, mereka hanya mencintai laki-laki atau perempuan yang straight (saya menolak menggunakan kata normal) lalu kemudian cintanya diterima. Walau banyak juga yang mengambil kesempatan untuk melecehkan sesama jenisnya dalam waktu tertentu.

Memberi contoh buruk kepada anak-anak kecil? Oh ayolah. Anak-anak itu bermain game di hapenya 5 jam sehari, bisa lebih kalau libur, bahkan tidak bisa mengucapkan kata terimakasih ataupun tolong kepada yang lebih tua dari mereka. Tontonan mereka di televisi Indonesia adalah anak muda yang kebut-kebutan, artis- artis yang menikah muda lalu bercerai. Jauh lebih banyak hal lain yang memberikan contoh buruk kepada anak-anak itu, yang mereka lihat setiap hari, dibandingkan dengan pasangan LGBT.

Berdosa? Tentu saja. Siapa sih yang suci selama dia masih memegang predikat manusia? Masih bergunjing kan? Masih berbohong kan? Masih munafik? Dosa mereka hanya sedikit berbeda daripada dosa kita.

Disini, sedikit berbagi pikiran saja. Saya (masih) percaya pada kiamat. Dan di semua kitab, mengatakan LGBT yang semakin banyak adalah salah satu tanda kiamat. Ketika kita masih percaya kiamat, ya LGBT tidak akan musnah. Bahkan dengan cara yang paling ekstrim ketika kau bakar mereka semua. Mereka akan tetap ada. Karena kiamat kan juga ada. Kan ya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline