Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Ada Instansi Bernama Sekolah

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_152471" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Sekolah. Menurut suatu sumber (saya lupa dimana tepatnya) bahwa kata sekolah berasal dari kata Yunani kuno yang berarti waktu senggang. Sejarah ini dibawa dari sebuah kebiasaan khusus orang Yunani di suatu desa yang datang kepada orang pintar di desanya dan mendengar pengetahuan yang ia berikan. Hal in dilakukan pada waktu senggang untuk mengisi waktu luang disaat tenggang panen dsb. Karena terus dilakukan, sehingga mendarah daging dan menjadi tradisi. Sang ayah menginginkan hal itu terjadi pada anak laki-lakinya. Dan terus begitu. Dst. Dst.

Itu hanya sejarah singkat dari terciptanya kata sekolah. Kalau kita kembali pada zaman kita sekarang, apa yang akan kita lihat?Apa itu sekolah pada tahun 2010 ini? Kewajiban. Yang harus diikuti semua anak karena orangtua mereka ingin hal yang sama terjadi pada anaknya. Sekolah jaman sekarang hanyalah sebuah symbol kepintaran, status, dan kekayaan. Karena pada era kita, kecenderungan sekolah hanya dapat dinikmati oleh mereka yang mampu sangat lazim terlihat. Bahwa pada pergaulan yang dinikmati oleh anak remaja adalah kemampuan mereka masuk suatu sekolah yang bagus. Tentu saja sekolah yang bagus ini adalah menurut mereka dan masyarakat. Suatu perkantoran megah lebih mengutamakan mereka yang merupakan keluaran universitas ternama di Indonesia. Kalau perlu di Dunia.

Sekolah harus dijalankan bagi seorang bocah lebih lama dari keseluruhan hidup mereka. Dengan tujuan apa? Sebuah pekerjaan bagus yang terkesan sangat impresif dan meyakinkan. Pilot, dokter, pegawai negeri. Itu adalah sebagian pekerjaan terpandang di masyarakat dan menjanjikan kehidupan yang serba wah akhirnya nanti. Lalu apa yang sekolah berikan untuk cita-cita mereka? Angka-angka yang tersusun rapi di sebuah buku pada akhir tahun. Buku yang selalu ditunggu was-was oleh anak-anak itu karena hanya dengan taburan angka-angka yang mencengangkan orangtua merekalah yang melegakan mereka. Setidaknya pada liburan kali ini mereka dapat suatu hadiah karena mendapat peringkat di sekolah. Lalu bagaimana bagi mereka yang mendapat nilai berwarna-warni? Sepertinya sebuah hukuman menanti bocah-bocah malang itu di rumah. Tapi sekolah tidak mengajarkan bagaimana caranya menyandikan morse. Bagaimana caranya membedah manusia secara nyata. Tidak. Yang mereka dapat hanya angka-angka mengenaskan yang tak telihat darimana asalnya.

Sekolah lebih dari sekedar instansi. Bahkan menjadikan lahan bisnis yang sangat menjanjikan. Dari sudut pandang manapun, sekolah itu terkesan memeras orangtua murid. Uang inilah, uang itulah. Ahh benar-benar suatu ironi. Buku pelajaran, uang bayaran, bahkan kantin sekolah pun bisa menghasilkan begitu banyak uang. Benar benar sebuah prospek di masa mendatang. Sulitkah melakukanya? Tentu saja sulit. Anda harus menjalankan proses menyiksa selama bertahun-tahun yang berkedok pendidikan. Merasakan ketidakadilan meyeruak dari dalam perjalanan itu. Barulah bisa dinikmati hidup nyaman sentosa.

Bagi seorang murid, sekolah itu hidup mereka. 6.30 gerbang ditutup. 15.00 baru gerbang itu akan dibuka lagi, dan berbarengan dengan bunyi bel pulang. Lalu apa yang dilakukan murid-murid itu di dalam sekolah? Belajar. Belajar bagaimana caranya makan ketika guru tengah menerangkan pelajaran. Belajar menjadikan ceramah guru-guru itu lagu sebelum tidur oleh mereka. Belajar bagaimana cara memperoleh nilai bagus tanpa harus bersusah susah belajar. 90% dari mereka melakukan itu. Lalu sisanya? Mengejar status dan (mungkin) mimpi. Bagi seorang murid apa yang paling menyenangkan dari sekolah? Bel pulang. Dan libur panjang. Keluar dari sekolah, pantas saja mereka begitu lihai berpura-pura di depan orang lain. Dan apa yang mereka tunggu dimasa mereka bekerja? Masa gajian dan cuti panjang. Lalu apa sebenarnya tujuan dari sekolah itu?

Beritahu saya dimana letaknya? Sebab yang saya ketahui sekolah itu penderitaan. Mari kita tinjau satu persatu.

1.Kurikulum, kelas dan mata pelajaran.

Ini adalah masalah terbesar bagi semua murid di Indonesia. Sampai dimana batasan seseorang dapat memilih apa yang akan ia lakukan dengan kelanjutan pendidikanya. Penatapan mata pelajaran sesuai umur dan yang pantas mereka terima. Menurut aturan yang berlaku. Dari kecil anda telah dijejali berbagai macam pelajaran dari dasar sampai lanjut. Pendidikan dasar memang harus diberikan. Tapi bagaimana yang lanjutan? Haruskah seorang murid biasa mengerti semua pelajaran yang diberikan? Mungkin mereka menerima ini sebagai pengisi waktu luang dan dengan ogah-ogahan mengikuti pelajaran itu. Seharusnya setelah pendidikan dasar, seseorang diberikan pilihan untuk menempati pelajaran yang paling mereka minati, kalau bisa yang paling mereka kuasai pula, tanpa ada perbedaan kelas atau umur. Di dunia ini tercipta sebuah sekolah tanpa ada kurikulum dan perbedaan tingkatan kelas. Dan sekolah itu telah menghasilkan penemu-penemu hebat.

  1. Guru-guru dan waktu.

Guru-guru. Adalah hambatan terbesar seorang murid dalam menerima suatu pelajaran. Masalahnya murid maupun guru juga manusia, seberapapun ia berusaha menerima pelajaran, tapi bila gurunya bukan orang yang menyenangkan ia tetap saja tidak ingin memperhatikan pelajarannya. Lagipula, gurupun juga punya murid-murid kesayangan dan seperti menganakemaskan ia di kelas. Metode ini jelas berpengaruh terhadap psikologi murid-murid itu sendiri. Ditambah dengan bebanjam mereka habiskan waktu di sekolah, itu sudah lebih dari setengah waktu hidup mereka seluruhnya. Dan masih juga diberi begitu banyak tugas seakan hidup seorang murid ya hanya belajar-belajar dan belajar.

  1. ujian

setiap tingkatan sekolah pasti ada ujian. Pengulangan materi pelajaran yang telah dipelajari selama ini. Bagi seorang murid, menurut saya, kebanyakan dari mereka langsungmelupakanya, karena guru itu sendiri sudah memberi materi yang baru. Lalu apa yang mereka lakukan? Mereka tak punya pilihan. Mencontek, membuat catatan kecil yang dapat dilihat ketika ujian berlangsung , atau sekalian saja melihat dari bukunya langsung. Tapi itu tergantung pengawas dan tempat duduk mereka. Lalu tujuan dibuatnya ulangan jelas sudah gagal total.

Pada setiap jenis ulangan macam apapun, kalau UAN murid mencari bocoran soal. Pada tiap tingkatan UAN pasti ada saja persoalan soal itu bocor keluar dan membuat kelulusan murid di satu daerah telah dipastikan. Kalau menurut saya sang polisi penjaga soal ujian pun ingin anaknya lulus dengan nilai yang memuaskan, para pencetak soal UAN juga menghadapinya, apalagi menteri-menteri di atasnya. maka dari itu sistem pendidikan di Indonesia tidak akan membaik.

Itu baru beberapa kekurangan saja tentang sekolah, belum saya bahas mengenai jam masuk sekolah, mengenai seragam sekolah, dan segala macam tetek bengek yang mewarnai dunia pendidikan di Indonesia. Belajar ya belajar saja, seharusnya sekolah memiliki murid saja seharusnya sudah sangat bersyukur. Tapi kenyataanya sekarang malahan banyak murid telantar Karena tidak kebagian kursi di sekolah yang mereka tuju.

Seakan kurang saja masalah tentang pendidikan dari seluruh penjuru negeri. Ditambah lagi keluhan-keluhan tentang sekolah dari remaja seperti saya. Tapi bukankah yang paling tahu tentang sekolah justru adalah muridnya? Kalau misalnya kebocoran UANterus terjadi. Saya benar-benar mempertanyakan guna dari UAN itu sendiri. Mungkin bolehlah sebagai penguji kemampuan, tapi tidak untuk penentuan kelulusan dari sekolah.

Lagipula banyak juga kok, murid yang bersekolah kalau sempat. Karena memang sekolah hanya untuk mengisi waktu tenggang. Jadi buat murid yang pergi sekolah, nanti saja. Kalau sempat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline