Lihat ke Halaman Asli

Intan Tiara Dewi

Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Menavigasi Perairan Etika: Kecerdasan Buatan, Bias Gender, dan Fintech di Indonesia

Diperbarui: 23 November 2023   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixel.web.id

Di era kemajuan teknologi yang cepat, algoritma dan kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian integral dari proses pengambilan keputusan di berbagai sektor. Artikel "Antidiscrimination Laws, Artificial Intelligence, and Gender Bias" oleh Kelley, Anton, dan David, yang diterbitkan dalam jurnal INFORMS pada tahun 2022, menggali hubungan rumit antara hukum antidiskriminasi, AI, dan bias gender, dengan fokus pada implikasi praktis untuk industri fintech. Saat kita menjelajahi temuan artikel ini, penting untuk menempatkan wawasan ini dalam konteks lanskap dinamis Indonesia, di mana sektor fintech berkembang pesat, dan pertanyaan tentang penggunaan AI yang etis semakin relevan.

Dampak Transformasional AI di Indonesia:

Indonesia, dengan populasi yang beragam, sedang menyaksikan transformasi signifikan dalam lanskap keuangan, didorong oleh berkembangnya perusahaan fintech. Perusahaan-perusahaan ini semakin mengandalkan algoritma AI untuk proses pengambilan keputusan, khususnya dalam pemberian kredit konsumen non-morta. Pengenalan AI membawa peluang luar biasa tetapi juga menimbulkan kekhawatiran etis, menggema dalam wacana global tentang penggunaan teknologi yang bertanggung jawab.

Kekhawatiran Diskriminasi dan Kerangka Hukum:

Artikel ini mengakui kekhawatiran global tentang diskriminasi dalam pengambilan keputusan berbasis algoritma dan keterlambatan dalam perubahan hukum antidiskriminasi. Ini menjadi relevan di Indonesia, di mana kerangka hukum masih berusaha mengejar evolusi teknologi AI yang cepat. Pentingnya mendefinisikan dan mengukur diskriminasi di luar definisi hukum menjadi krusial di negara dengan demografi yang beragam dan nuansa budaya.

Kontroversi Apple Card dan Implikasinya untuk Indonesia:

Artikel ini mencatat contoh kontroversi Apple Card, di mana tuduhan diskriminasi gender dibantah berdasarkan kepatuhan pada hukum antidiskriminasi yang ada. Dalam konteks Indonesia, di mana norma budaya dan gender berbeda, insiden serupa dapat memiliki konsekuensi yang luas. Artikel ini mendorong kita untuk mempertanyakan apakah kerangka hukum yang ada cukup untuk mengatasi nuansa diskriminasi algoritmik dalam lanskap fintech Indonesia.

Hasil dan Implikasi Praktis untuk Fintech Indonesia:

Hasil yang disajikan dalam artikel ini menyoroti dampak inklusi atau eksklusi gender sebagai fitur dalam model pembelajaran mesin yang digunakan oleh pemberi pinjaman fintech. Dalam konteks Indonesia, negara dengan populasi beragam di mana peran gender dan partisipasi ekonomi bervariasi, implikasinya sangat dalam. Temuan artikel menyarankan bahwa memungkinkan perusahaan fintech di Indonesia untuk mengumpulkan dan menggunakan data gender secara bertanggung jawab dalam model mereka dapat mengurangi diskriminasi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Bagian Implikasi Praktis dari artikel ini memberikan wawasan yang dapat diimplementasikan bagi industri fintech Indonesia. Memungkinkan pengumpulan atribut yang dilindungi, seperti gender, dapat membantu perusahaan fintech menilai potensi bias dan mengurangi diskriminasi melalui berbagai pendekatan. Namun, artikel menekankan pentingnya strategi komunikasi yang jelas dan pendidikan AI untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan---faktor yang memiliki bobot signifikan di negara di mana kepercayaan sangat penting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline