Lihat ke Halaman Asli

Intan Dian Syaputra

Economy Enthusiast

Relevansi UU Perlindungan Konsumen pada Penerapan Kebijakan e-Toll di Indonesia

Diperbarui: 7 Februari 2018   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (KONTAN/BAIHAKI HAKIM)

Pemerintahan era reformasi dapat dikatakan memiliki dampak yang cukup besar dengan kegagalan yang ada pada orde baru, terdapat permasalahan ekonomi yang "diwariskan". Dalam mengawali era reformasi yang dipimpin pertama oleh BJ Habibie, keadaan ekonomi Indonesia pada saat itu masih menurun terlihat dari data Bank Dunia bahwa pendapatan perkapita menurun dari  1.063,71 USD (1997) menjadi 463,97 USD (1998). 

Sehingga pada masa itu, kesejahteraan masyarakat masih dikatakan rendah bahkan terus menurun, BJ habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan akhirnya mengeluarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan tujuan adanya kesadaran bagi pelaku usaha agar dapat memberikan jaminan kepada konsumennya dari segi informasi, keselamatan, kenyamanan.  Sebelumnya pada masa pemerintahan Soeharto telah menandatangani Letter of Intent dengan IMF mengenai UU tersebut, namun rancangan yang telah dibuat sebelumnya baru diajukan dan disahkan pada masa pemerintah BJ Habibie pada tanggal 20 April 1999. Perlindungan konsumen itu juga mendapatkan perhatian secara global mengingat di dalam konsideran Perserikatan Bangsa-Bangsa No.39/248. Dalam bertransaksi, sebagai konsumen tentu harus memiliki sistem pembayaran yang jelas untuk menjadi salah satu parameter dari perlindungan yang dapat menjaga haknya.

Sistem pembayaran di Indonesia baik tunai maupun non-tunai ini sebenarnya telah diatur oleh UU RI No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diganti oleh UU No.3 tahun 2004. Dalam sistem pembayaran non-tunai, Bank Indonesia memiliki tugas untuk memastikan sistem tersebut berjalan dengan aman, efisien dan handal. Melalui salah satu gerakan Bank Indonesia yaitu Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tanggal 14 Agustus 2014 yang bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, aman dan handal dengan tetap menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen dan memperlihatkan perluasan akses serta kepentingan nasional1.Perkembangan sistem pembayaran non-tunai ini terus berkembang dengan menggunakan penggunaan perkembangan teknologi dan perkembangan pola hidup masyarakat salah satunya adalah e-money. 

Dapat dikatakan e-money memiliki dampak yang besar untuk terciptanya kebijakan cashlessyang mampu mengurangi beban biaya penciptaan uang. Sistem pembayaran non-tunai ini mempunya 2 dampak, pertama adalah aspek kebijakan moneter dimana penggunaan luas oleh konsumen menjadi substitusi uang kertas pada transaksi lalu yang kedua kesejahteraan masyarakat membaik3. 

Kebijakan pembayaran non tunai ini juga dapat memberikan pengurangan pada biaya yang harus dikeluarkan untuk menciptakan uang serta efisiensi dalam waktu pembayaran karena tidak diperlukan lagi uang kembali serta pelaporan keuangan akan lebih mudah dilakukan dengan asumsi sistem yang digunakan dapat dikatakan layak serta peraturan yang jelas.

Salah satu kebijakan yang tengah ramai menjadi perbincangan adalah penggunaan E-toll yang telah diberlakukan oleh PT Jasa Marga sejak 31 Oktober 2017. Pemberlakuan E-tolldi Indonesia yang memiliki pro kontra, hal ini dikarenakan terdapat dua sisi pandang yaitu sebagai konsumen atau pengguna jalan tol dan pemilik modal atau Bank Indonesia. Dari sisi pemilik modal, sudah tidak diragukan lagi bahwa penggunaan E-toll ini menguntungkan karena tidak perlu ada biaya dalam percetakan uang yang apabila dengan uang yang nominal kecil atau receh itu biaya lebih mahal daripada harga uangnya itu sendiri.

Berbeda pandangan jika dari pengguna jalan tol atau konsumen, penggunaan E-toll ini dapat dikatakan masih menjadi beban karena banyak faktor. Lalu, apakah penggunaaan UU Perlindungan Konsumen masih relevan  atau sejalan dalam kebijakan penggunaan e-toll? Dalam paper ini akan memaparkan beberapa poin mengenai pelanggaran tersebut.

Pertama, hak untuk memilih dan kenyamanan. Sebagai konsumen atau dalam kasus ini pengguna jalan tol memiliki hak untuk memilih bagaimana  sistem pembayaran tunai maupun nontunai. Namun sejak digunakan e-tollini konsumen tidak mempunyai pilihan lagi dalam bertransaksi melainkan "diharuskan" untuk menggunakan e-money. Untuk efisiensi penggunaan e-moneyini pun  masih mengalami kesulitan, dalam hal ini konsumen seperti disulitkan dalam isi ulang dimana harus dilakukan pada ATM, minimarket atau halte transjakarta sedangkan apabila konsumen kehabisan saldo tidak dapat langsung mengisi kartunya tersebut yang justru akan membutuhkan waktu yang lama dengan meminjam kartu dimobil antrian belakang atau menggunakan e-money petugas. 

Dengan demikian, bukan hanya hak atas kenyamanan pun terganggu yang apabila waktu yang digunakan itu sendiri merugikan konsumen dalam beraktivitas. Sehingga apabila konsumen dapat memilih misalnya terdapat GTO tunai dan non-tunai, konsumen itu sendiri secara rasional akan menyesuaikan dengan kondisinya.

Kedua, pengenaan biaya tambahan e-money.Meskipun nominal yang dikenakan ini tidak terlalu besar akan tetapi bagi masyarakat menengah memiliki nilai yang cukup membebani. Pengenaan biaya ini kecuali pada pengisian saldo dibawah Rp. 200.000 e-money di ATM bank penerbit. Pada kenyataannya, konsumen tidak memperoleh informasi yang jelas dalam penggunaan tambahan biaya isi saldo ini.Meskipun isi ulang e-money ini telah diatur oleh Bank Indonesia pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 yang telah diterbitkan 20 September 2017. 

Sehingga biaya ini tidak menjadikan insenitf pengguna jalan tol untuk menggunaka e-toll cardyang meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan jika dibandingkan dengan menggunakan tunai. Terlebih lagi, bank yang mengikuti program non tunai di jalan tol hanya terdiri dari 5 bank yaitum BRI, BNI, Mandiri, BTN dan BCA akan disusul oleh Bank Mega, Bank Nobu dan Bank DKI2 yang artinya nasabah bank lain terutama untuk daerah pedesaan yang lebih condong menggunakan bank daerah harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dalam mengisi saldo e-toll cardtersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline