Pendidikan pada dasarnya adalah kebutuhan, pendidikan juga merupakan investasi masa depan. Dimana manusia akan lebih berkembang dengan adanya pendidikan. Konsep pendidikan sering dipandang bagaimana tingkatan pendidikan seseorang akan mempengaruhi apa pekerjaannya nanti. Padahal pendidikan pada hakikatnya adalah bagaimana manusia dapat berkembang dengan potensi yang dimiliki sehingga dapat berperan nyata di masyarakat.
Implementasi pendidikan tidak semudah yang kita bayangkan, contohnya pada masyarakat pesisir. Potret pendidikan masyarakat pesisir yang sebagian besar anak-anak berasal dari keluarga yang pekerjaannya bergantung pada laut seperti: nelayan, pengepul ikan, pedagang di pasar ikan, dsb, harus menjadi perhatian.
Potret pendidikan masyarakat pesisir dapat dilihat dari, data tahun 2011 tentang indikator kesejahteraan masyarakat pesisir Indonesia. Dalam data tersebut dijelaskan bahwa, Angka Partisipasi Sekolah (APS) masyarakat pesisir menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur. Disebutkan bahwa APS penduduk usia 7-12 tahun sebesar 97,58 persen, kelompok usia 13-15 tahun sebesar 87,78 persen, kelompok usia 16-18 tahun sebesar 57,85 persen dan kelompok usia 19-24 tahun sebesar 14,26 persen. Menurunnya APS kemungkinan disebabkan oleh penduduk pada kelompok usia tersebut cenderung memilih untuk bekerja dibandingkan sekolah.
Selanjutnya merujuk pada sumber yang sama, disebutkan bahwa dalam rumah tangga perikanan terdapat anggota rumah tangga yaitu adik, anak, keluarga bekerja pada bidang pertanian, konstruksi bangunan, dsb. Persentase penduduk kelompok ini mencapai 25 persen. Hal ini kemungkinan karena dalam keluarga rumah tangga sektor perikanan juga mendidik anaknya untuk bekerja di sektor non perikanan.
Kemudian, dalam harian Kompas beberapa waktu pada Selasa 12 Mei 2016 yang mengulas kehidupan masyarakat pesisir. Dijelaskan bahwa anak-anak dari keluarga nelayan sudah tidak tertarik lagi untuk menjadi nelayan. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan keluarga dan sekolah yang tidak menumbuhkan imajinasi bahari dalam benak anak-anak nelayan. Dalam imajinasi anak-anak nelayan mereka lebih tertarik untuk menjadi seorang guru, pegawai bank, pengepul ikan, karyawan di kantoran. Jika anak-anak nelayan saja sudah tidak mau menjadi nelayan, apalagi anak-anak yang lingkungannya jauh dari kehidupan masyarakat pesisir.
Hal ini menjadi catatan bagi dunia pendidikan kita bahwa, pendidikan yang berbasis potensi lokal dalam hal ini yaitu pendidikan bahari menjadi penting, agar mereka dapat menganalisa apa yang diperbuatnya kemudian serta mampu memecahkan persoalan kehidupan masyarakat pesisir. Hal ini supaya, mendorong pandangan keluarga nelayan bahwa, pendidikan itu penting untuk membantunya memiliki pengetahuan dalam menggunakan teknologi untuk mengelola sumber daya laut dan memecahkan persoalan kehidupan keluarga nelayan. Sehingga dengan pendidikan bahari diharapkan anak-anak nelayan juga memiliki imajinasi untuk meneruskan pekerjaan ayahnya menjadi seorang nelayan.
Bukankah itu menjadi konsep dasar pendidikan, yang merupakan investasi masa depan bagi anak-anak untuk dapat berkembang dengan meneruskan nilai-nilai budaya dan memanfaatkan potensi lokal yang ada.
sumber: statistik.kkp.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H