Lihat ke Halaman Asli

Intan Rismayanti

Bahasa dan Sastra Indonesia

Jawaban Atas Kesulitan Membaca

Diperbarui: 11 Desember 2024   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Puluhan pelajar SMP belum bisa membaca. Akun TikTok officialiNews  memposting berita mengejutkan pada 8 agustus 2023. Berita tersebut membahas kasus siswa/i SMPN 1 Mangunjaya, Pangandaran yang masih belum bisa membaca. Bukan hanya satu kasus saja, tetapi ketika kita memasukan “siswa SMP tidak bisa membaca” di kolom pencarian TikTok, maka akan muncul beberapa kasus yang sejenis. Dalam postingan yang dibagikan oleh akun TikTok “Desyagr” pada 1 februari 2024, memperlihatkan seorang siswi yang belum lancar membaca. Ketika mendengar kasus-kasus tersebut, pasti banyak pertanyaan yang terlintas. Bagaimana kondisi siswa/siswi tersebut di jenjang sebelumnya? Bagaimana siswa-siswa tersebut lulus ke jenjang selanjutnya jika mereka tidak bisa membaca? Lalu, bagaimana kehidupan sosial mereka jika tidak bisa membaca? Dilansir dari bbpmpjabar.id terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab terjadinya kesulitan membaca. Faktor tersebut terdiri dari 1) penurunan mutu pembelajaran, 2) anak berkebutuhan khusus yang dipaksakan belajar dengan sekolah umum, 3) diseleksia, 4) metode belajar yang kurang tepat, 5) terbatasnya sumber bacaan, 6) rendahnya dukungan orang tua, dan 7) dampak penggunaan gawai. Jika dilihat dari faktor kemungkinan ini, kita perlu memberikan perhatian lebih agar mengetahui apa yang terjadi pada anak.

Pada zaman ini, membaca bukan sekadar keterampilan atau keahlian saja, melainkan kebutuhan yang harus dikuasai oleh setiap orang. Mengingat dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat dipisahkan dari aktivitas membaca. kegiatan sehari-hari seperti chat, membaca berita di media sosial atau koran, membaca rambu-rambu, membaca label makanan atau minuman, dan banyak lagi hal-hal kecil yang memerlukan kemampuan membaca lainnya. Kemampuan membaca yang dimiliki oleh pelajar SMP dalam video yang beredar memiliki tingkat yang berbeda, ada yang belum lancar mengeja, dan ada yang masih belum bisa mengeja. Hal yang perlu disoroti adalah pengertian membaca yang bukan sekedar mengeja huruf saja, tetapi juga memahami isi dari bacaan. Oleh karena itu, kita perlu meninjau lebih lanjut, sejauh mana pelajar SMP tersebut tidak bisa membaca dan faktor penyebab yang melatarbelakangi kemampuan membaca dari setiap siswa/i. Jika di lihat kembali, dari tujuh kemungkinan penyebab kesulitan membaca yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya, terdapat 3 faktor penyebab yang paling umum dijumpai di masyarakat, yaitu Penurunan mutu pembelajaran, keterbatasan sumber bacaan, dan metode belajar yang kurang tepat. 

Setelah kasus ini terjadi, kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan menyalahkan tenaga pengajar atau orang tua dari siswa/siswi tersebut karena keduanya memiliki beban dan peran yang sama dalam hal memberi pengajaran membaca. Lalu apa yang harus kita lakukan? Untuk memperbaiki apa yang telah terjadi, jalan satu-satunya adalah memberikan kelas belajar membaca kepada siswa/siswi yang belum bisa membaca. Namun sebelum itu, alangkah baiknya jika sebelum memberikan pengajaran membaca, siswa/i tersebut melakukan tes terlebih dahulu agar pengajar tahu sejauh mana kemampuan membaca yang dimiliki oleh siswa/i tersebut. Selain itu, media belajar membaca juga perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan membaca siswa/siswi SMP tersebut. Jika melihat kemampuan membaca masih dalam tahap mengeja dan belum lancar, maka media yang disarankan adalah buku bacaan yang memiliki karakter huruf dengan ukuran besar dan kalimat sederhana dengan jumlah kata yang sedikit dalam setiap kalimatnya.

Dilansir dari blog.periplus.com terdapat 5 tahap kemampuan membaca. Tahap pertama, membaca dan mengenali bentuk huruf. Tahap ini biasanya diperuntukkan untuk anak usia 6–7 tahun. pada tahap pertama ini level membaca ada pada kemampuan membaca teks pendek dan sederhana, terlebih ketika bacaan mengandung unsur kata yang sering di dengar. Tahap kedua adalah fasih. Diperuntukkan untuk anak usia 7-8 tahun. pada tahap ini, seharusnya anak sudah bisa memilih dan membaca cerita sederhana yang familiar dengan usia mereka sehari hari. Tahap ketiga, membaca untuk mencari hal yang baru. Pada tahap ini biasanya anak-anak membaca dengan tujuan mendapatkan pengetahuan baru atau mempelajari ide-ide baru. Pada umumnya, anak sudah mencapai fase ini pada kelas 4 sampai 6 SD. Tahap keempat, memahami beragam sudut pandang. Untuk anak yang memasuki usia SMA seharusnya sudah bisa membaca materi yang lebih rumit. selain ini bacaan, mereka seharusnya sudah bisa membedakan jenis teks seperti teks narasi, eksposisis, deskripsi, dan sebagainya. Tahap kelima, mengkonstruksi dan merekonstruksi. Pada tahap ini, kegiatan membaca sama dengan kegiatan untuk menjawab apa yang dibutuhkan. Tahap terakhir ini biasanya sudah dimiliki oleh mereka yang memasuki jenjang perguruan tinggi atau diatasnya.

Jika dilihat dari tahap kemampuan membaca diatas, maka seharusnya siswa/siswi SMP berada di tahap tiga menuju empat. Namun jika dilihat dari kasus yang beredar, sebagian siswa/siswi SMP tersebut masih berada di tahap 1 dan 2. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari tahu cara belajar yang efektif bagi anak tersebut. Memang sepertinya terkesan memalukan jika memberi bahan ajar anak usia SD awal untuk anak usia SMP. Namun tidak ada salahnya memberikan media belajar anak usia 7 tahun pada anak usia SMP jika melihat kemampuan membaca anak SMP tersebut masih sangat rendah. 

Buku bacaan anak dapat menjadi salah satu media untuk anak dengan kemampuan membaca yang baru sampai tahap mengeja. Buku bacaan anak biasanya memiliki gambar atau ilustrasi yang mendukung. Dengan adanya gambar ini, pembaca dapat membayangkan peristiwa yang sedang terjadi dalam cerita tersebut. seperti teori semiotika yang dikemukakan oleh Saussure. Dikutip dari Sitompul, dkk (2021), Semiologi (semiotika) menurut saussure merupakan sebuah bidang kajian yang membahas tanda dalam kehidupan sosial manusia, cakupannya meliputi tanda dan hukum apa saja yang mengatur terbentuknya tanda. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanda dan makna dibalik tanda terbentuk dalam kehidupan sosial terpengaruhi oleh hukum yang berlaku di masyarakat. Gambar dalam cerita anak merupakan tanda yang dapat dimaknai oleh pembacanya. Proses pemaknaan ini mengacu pada teks cerita dalam buku cerita anak tersebut dan persepsi umum masyarakat.

Mengutip Husaina, dkk (2018), Roland Barthes meneruskan pemikiran Saussure dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal. “order of signification” merupakan gagasan barthes yang mencakup denotasi (makna sebenarnya kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir berdasarkan pengalaman kultural dan personal). Pada buku cerita anak bergambar, denotasi dapat berupa gambar-gambar yang mendukung dan merepresentasikan cerita pada buku cerita anak tersebut dengan pemaknaan yang mengacu pada teks. hal ini dapat membantu pembacanya untuk merepresentasikan bacaan secara langsung. tidak hanya pada denotasi, gambar juga memiliki makna ganda yang lahir berdasarkan pengamatan kultural dan personal (konotasi). Gambar pada cerita anak dapat berperan sebagai pembawa makna tambahan yang dapat memperkaya pemahaman terhadap isi cerita. Contohnya ekspresi wajah karakter dalam ilustrasi yang tidak selalu di jelaskan dalam cerita. Selain gambar dan ilustrasi, jumlah kata dalam setiap kalimat dalam cerita anak biasanya disesuaikan dengan usia pembacanya. Jumlah tulisan dalam cerita anak, akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kata dalam kalimat pada buku bacaan siswa/siswi SMP. Kosa kata yang digunakan pada buku anak juga tidak terlalu rumit, sehingga siswa/siswi bisa berlatih memahami isi dari bacaan dengan buku tersebut.

Jika dilihat dari keterampilan berbahasa yang mencakup menulis, menyimak, berbicara, dan membaca. Keterampilan membaca memiliki korelasi dengan keterampilan bahasa lainnya. Pada saat membaca, kita memerlukan keterampilan menyimak untuk memahami konteks bacaan. Hal ini penting karena pada saat membaca kita perlu memperhatikan konteks dalam bacaan agar kebermanfaatan dari membaca dapat tersampaikan. Pada cerita bergambar, konteks memahami atau menyimak ini dapat dipermudah dengan adanya ilustrasi. Ketika membaca, kita tidak hanya memperoleh isi dari bacaan, tetapi terkadang gaya bahasa dalam bacaan juga ikut terpakai dalam kehidupan sehari-hari pada saat berbicara. Hal tersebut membuktikan bahwa membaca dapat memperkaya kosakata untuk berbicara. Selain itu, keterampilan membaca juga berpengaruh dalam keterampilan menulis. Pada saat menulis, kita perlu memikirkan cara menulis yang efektif, disinilah kemampuan  membaca diperlukan sebagai penyedia wawasan dan inspirasi menulis. Bagi pelajar, Keterampilan membaca sangat membantu pada saat proses menyalin tulisan atau mencatat dari papan tulis. Jika siswa tidak bisa membaca, maka mereka akan menulis simbol per simbol atau huruf per huruf, tetapi jika siswa sudah bisa membaca, maka mereka akan menuliskan kata atau kalimat secara langsung. hal ini tentu saja dapat mempersingkat durasi menulis.

Berdasarkan korelasi keterampilan membaca dengan keterampilan bahasa lainnya, dapat dilihat bahwa kemampuan membaca memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Minat membaca siswa juga perlu diperhatikan, minimnya minat membaca siswa dapat menjadi sebuah tantangan bagi tenaga pengajar, orang tua, dan pihak yang bersangkutan. Bagaimana bisa siswa memiliki semangat untuk belajar membaca jika minat membaca mereka sangat buruk? Ruslan, dan Wibayanti (2019) menyatakan bahwa siswa yang senang membaca akan mempunyai pengetahuan luas dari hasil bacaan siswa tersebut. sebaliknya, jika siswa tidak memiliki minat membaca yang rendah, maka pengetahuan siswa juga menjadi terbatas. Kerja sama antara orang tua, guru, dan pihak terkait dibutuhkan untuk membangun dan meningkatkan minat baca di kalangan siswa sekolah. 

Namun, pada akhirnya semua hal kembali pada bagaimana cara belajar dan kemauan belajar membaca setiap anak. Kita tidak bisa hanya mengandalkan orang tua, guru, dan pihak terkait saja. Siswa/siswi yang belum bisa membaca, seperti pada kasus siswa SMP tidak bisa membaca ini juga perlu ikut serta dalam menangani kasus tersebut. Siswa/siswi ini perlu diberikan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya menguasai keterampilan membaca. Jika rasa ingin belajar membaca atau kemauan untuk belajar membaca sudah ada dalam diri siswa/siswi tersebut, selanjutnya tugas tenaga pengajar untuk mengukur sampai dimana tahap kemampuan membaca anak tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar pada saat memberikan media pembelajaran tidak salah sasaran. Kemudian Pengajarlah yang harus pandai untuk memilih metode pengajaran yang menarik dan tidak membosankan. Memang tidak ada kata terlambat untuk belajar, tapi perlu diperhatikan sampai dimana keterlambatan yang dimaksud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline