Lihat ke Halaman Asli

Indahnya Kebersamaan

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebersamaan akan terasa indah ketika di dasari dengan sikap saling berbagi,tanpa pamrih,tanpa ada diskriminasi,tanpa ada yang di sakiti atau pun tersakiti.
Mari kita berbagi dalam hal positif yang bermanfaat untuk sesama,jadikan hidup yang sekali ini agar bisa lebih bermanfaat lagi untuk diri pribadi,keluarga dan orang lain.






Mempunyai tekad keras serta berusaha tanpa menutupi muka seringkali tak cukup. Kita memerlukan sebuah kekuatan batin, yaitu kemampuan untuk menerima segala sesuatu yang terjadi. Orang bilang, ini adalah sebuah keberserahan diri, sebuah tawakal, sebuah kepasrahan. Suatu hari di tepian kota. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. Sepasang suami istri setengah baya itu mengemasi dagangannya. Sang istri membereskan piring, gelas dan perabot lain. Sedangkan si suami memasukkannya dalam gerobak.Sesaat mereka menghitung berapa laba yang masuk. Siapa pun tahu, penghasilan tak selalu datang seperti yang diharapkan. Terkadang hujan turun, pada waktu lain petugas ketertiban menghalau, atau kadang semuanya begitu menggembirakan.Manis dan asam memang bumbu penyedap sehari-hari. Yang pasti, esok, kehidupan sekali lagi harus dijalani. Mempunyai tekad keras serta berusaha tanpa menutupi muka seringkali tak cukup. Kita memerlukan sebuah kekuatan batin, yaitu kemampuan untuk menerima segala sesuatu yang terjadi. Orang bilang, ini adalah sebuah keberserahan diri, sebuah tawakal, sebuah kepasrahan. Sepasang suami istri itu berjalan bergegas. Yang laki mendorong gerobak, yang perempuan terkantuk-kantuk duduk di atasnya. Keduanya berlalu menembus malam. Hidup memang bukan untuk dijalani sendiri. Tapi bersama-sama; teman, sahabat, keluarga atau tetangga. Hidup adalah untuk saling kuat-menguatkan, topang-menopang, serta kasih-mengasihi.
Dalam konteks itulah, Islam mengajarkan hidup yang sesungguhnya. Hidup yang tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensi diri. Tapi lebih dari itu, Islam mengajarkan kita meraih kehidupan yang bermakna, bermanfaat, bertanggung jawab, dan berorientasi ke masa depan. Esensi kebersamaan dalam hidup adalah adanya tolong-menolong dalam perbuatan kebajikan dan taqwa , saling menasehati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang, dan saling mengingatkan dalam keimanan. Dalam konteks kehidupan berbangsa, pengalaman empiris bangsa ini telah membuktikan dengan kebersamaan pendahulu dan pendiri bangsa ini berhasil meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Begitu pula dengan negara Jepang, misalnya, mereka bangkit dan kini menjadi salah satu negara maju dengan bermodalkan kebersamaan dan tekad yang kuat. Namun kondisi ironis terjadi saat ini.
Dikala bangsa ini belum bisa bangkit dari keterpurukan multidimensional, sebagian grassroot hingga elite sering terlibat tawuran Kaum elite lebih mementingkan bagaimana mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan daripada memikirkan kesejahteraan rakyat. Sementara penegakan hukum pun jauh dari rasa keadilan masyarakat. Bahkan satu penelitian menyebutkan bahwa lembaga peradilan bak seperti tempat lelang dimana orang yang memiliki penawaran tertinggilah yang akan menang.
Sudah saatnya kita sadar dan bangkit dari keterpurukan. Singsingkan lengan baju, tahan emosi, tatap masa depan, duduk bersama dan renungkan solusi untuk bangkit. Mari kita bersama-sama raih dan rasakan indahnya kebersamaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline