Lihat ke Halaman Asli

29 Februari

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sunyi masih menemani pagi ini dan sepi masih setia menyelimuti hatiku. Baru pukul 03.00 dini hari, masih terlalu pagi untuk memulai sesuatu. Ku buka jendela kamarku, perlahan dinginnya pagi menyeruak masuk dan menjalar ke sekujur tubuhku, aroma embun pagi pun mulai membelai lembut indra penciumanku. Selimut hangat yang melambai menggodaku untuk bergelung di dalamnya tak lagi hal yang menarik untukku. Aku hanya tertarik pada pagi ini. ku lirik kalender yang tergantung manis di kamarku 29 Februari, sudah 4 tahun.

Aku menghela nafas panjang, hari inilah hari yang selalu ku tunggu. tapi benarkah Dia akan datang, setiap Tahun aku datang tapi dia tak hadir, memang baru tahun ini kalender mencetak angka 29 di kalendernya.  Tapi dulu, Dia telah berjanji sesuatu. Di bukit itu di Taman itu, dan mawar-mawar indah telah menjadi saksi ucapannya.

“ Tenanglah Ping, pegang janjiku, aku pasti kembali, setiap tahun di hari ulang tahun palsumu.” Ucapnya kala itu, aku diam saja, hatiku sebenarnya berontak tak ingin dia pergi meninggalkanku. Dia satu-satunya orang yang mengerti Aku.Orang yang paling aku sayangi di dunia ini setelah Nenekku. Cinta?? Apakah aku mencintainya?? Entahlah, aku sendiri belum tau apa aku mencintainya atau tidak. Aku tau Dia hanya menganggapku seorang adik.

“ Ping… Kau pasti bisa tanpa Aku,,.” Katanya serius. AKu tetap membisu, hanya hatiku yang terus berontak.

“ Ping, Lihatlah bintang di langit itu.” Dia tidak memperdulikan diamku dan meneruskan ucapannya. “ Lihatlah bintang yang paling dekat dengan bulan itu.” Aku menatap langit memperhatikan penjelasannya, dia melanjutkan perkataannya. “ Kaulah bulan itu Ping dan aku adalah bintang di sampingnya, Kita akan selalu dekat ping selalu, jangan pernah takut, karena tanpa bintang itupun bulan akan tetap bersinar seperti biasanya, tetap lebih terang daripada bintang itu, percayalah Ping tanpa aku hidupmu akan baik-baik saja.”

“ tapi bintang itu tak pernah meninggalkan Bulan.” Sanggahku, air mataku hampir menetes, tapi aku tak ingin menangis di hadapannya.

“akupun tak pernah meninggalkanmu, aku akan terus disini, di hatimu, dan kau pun akan terus di hatiku.” Katanya sambil tersenyum dalam kegelapan. Tapi dengan keremangan cahaya bulan aku dapat melihat senyum itu, senyum yang selalu ku rindukan.

Semilir angin menggoyangkan mawar-mawar indah itu, semerbak baunya menyeruak menggelitik hidungku, aku selalu suka aromanya tapi kali ini sepertinya aroma mawarpun tak mampu menyembuhkan kegalauanku. Siluet mawar masih menari-nari di bawah remang cahaya rembulan. Aku sendiri masih duduk bersamanya malam itu, saling membisu. Ku pandang wajahnya lekat, hatiku bergetar, rasa itu lagi, rasa yang tak aku mengerti.

“Rama…” panggilku lirih, dia menoleh. Mulutku tercekat, Ingin ku katakan aku tak mau dia pergi, aku takut kehilangan dia, aku menyayanginya, bahkan mungkin aku mencintainya. Tapi semua itu serasa tersangkut di tenggorokanku. Dan malah sebuah kata aneh yang keluar dari mulutku.

“Pergilah.” Satu kata yang meluncur begitu saja dari mulutku. Dia tersenyum, lalu merengkuhku dalam pelukkannya. Aku bahagia saat itu juga,aku merasa menjadi kupu-kupu di tengah hamparan mawar itu.

“ percayalah Ping, kau tak terganti oleh apapun di dunia ini, walaupun  jarak memisahkan kita, kau tetap ADIK kecilku yang akan aku sayangi sampai mati.” Aku tersenyum kecut, ADIK??? Ya sudahlah aku harus menerimanya, akulah yang lancang mencintai KAKAKKU sendiri, walaupun ini bukan cinta sedarah tapi tetap aku terlalu lancang untuk mencintainya.

“ ya, aku percaya.” Jawabku singkat dan ku paksakan senyum terpasang di wajahku.

Yaa, itu malam tanggal 28 Februari empat tahun yang lalu. Entah di Negeri siapa sekarang dia berpijak, aku tak tahu. Tak pernah ada kabar darinya. Hanya ada secarik surat yang dikirimnya itupun sudah dua tahun yang lalu. Surat singkat dengan amplop putih bersih, di dalamnya ada poto Dia di taman bunga sakura tersenyum simpul dengan menggandeng seseorang. Panas hatiku melihatnya, tapi biarlah aku tak punya hak untuk cemburu. Ku buka surat darinya, isinya singkat hanya seperti ini..

Ping, aku merindukanmu.. (aku tersenyum membacanya, senyum pahit saat ingat bahwa aku hanya seorang adik untuknya),

ping, aku akan kembali, tunggu aku di taman kita yaa..aku akan datang tanggal 28 Februari. Aku ingin merayakan hari ulang tahun palsumu..haha( ulang tahunku tanggal 29 Februari, dan dia sering menyebut tanggal 28 februari  sebagai ulang tahun palsuku).

Tunggu aku ya Ping..Salam sayang selalu dari Rama

…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Musim semi di jepang, aku terpaku dengan bunga sakura yang bermekaran, warnanya mengingatkaku pada seseorang yang berada ribuan bahkan jutaan kilometer dari sini. Ping, tentu saja dia siapa lagi, hanya dia yang mondar mandir di otakku selama ini. Andai saja Ping di sini, pasti musim semi ini adalah yang terindah dalam hidupku. Tapi, aku sungguh merasa bersalah padanya, foto yang kemarin ku kirim mungkin melukainya. Aku tak berniat seperti itu, aku hanya ingin dia melupakanku, itu saja. Aku tak ingin memberikannya kebahagiaan sesaat karena sakitku ini.

“ pagii Rama, bagaimana kabarmu hari ini?” seorang dokter cantik menyapaku lembut, lengkap dengan senyumnya. Dokter baik hati yang bersedia ku ajak Foto di tengah taman sakura ini. Foto itu, yang ku kirimkan pada Ping, dua hari lalu. Dia dokter muda dari Indonesia yang mendampingiku berobat di Jepang ini.

“Dok, boleh aku minta sesuatu?” kataku serius.

“ Apa??”

“ berikan ini pada Ping, saat aku pergi nanti tepat pada tanggal 29 Februari, dokter mau membantuku kan???” tanyaku.

Dia tersenyum, mengangguk dan ku lihat air mata menggantung di pelupuknya. Aku tersenyum melihatnya, aku sungguh bersyukur bisa bertemu Dia.

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Lama aku terpaku di depan jendela, semburat merah mulai terlukis di ufuk timur. Aku masih belum ingin beranjak dari sini. Hari ini aku tepat berumur 20 tahun. Janjinya dulu dia akan datang di hari ulang tahun palsuku, tapi sampai hari ulang tahun asliku ini datang dia tak pernah ada di taman ini tahun-tahun sebelumnya. Entah apa yang membuatku beranjak dari sni, melangkahkan kakiku ke buki itu, ke taman mawar itu.

Aku berjalan menyusuri jalan setapak, melewati sekumpulan ilalang yang menari lembut diterpai sepoi angin pagi ini. Semuanya masih sama tak ada yang berubah. Hanya Dia yang menghilang. Taman mawar itu sudah di depan mata, pagar kayunya masih kokoh. Ku buka pagar itu pelan, ku edarkan pandanganku, tapi sama saja seperti tahun sebelumnya tak ada siapapun. Aku melangkahkan kakiku memasuki taman itu, semerbak aroma mawar sedikit menenangkanku, berwarna-warni mawar menyambut kedatanganku, taman ini selalu bisa membuatku bahagia. Tapi tunggu, siapa yang di sana, seorang wanita cantik, tinggi semampai menggunakan dress selutut berwarna gading, cantik sekali. Sepertinya aku tak asing dengan dia. Otakku mulai bekerja mencari puzzle-puzzle ingatanku tentang wanita itu. Tapi aku tetap tak mengingatnya. Wanita itu menyadari kehadiranku, tersenyum menatapku, lalu berjalan mendekatiku.

“happy birthday Ping…” ucapnya riang, sambil mengulurkan tangannya. Ku terima jabatan tangan darinya, ku paksakan tersenyum. Ahh iyaa, aku baru ingat Dia adalah gadis di foto itu, ya benar dia gadis yang bersamanya di taman sakura itu. Aura benci mencuat dari hatiku, aku tak suka dia.

“ Bisakah kita duduk bersama menikmati pagi di taman ini.” katanya, aku diam tapi dia langsung menarik tanganku.

“ duduk sini aja yaa.” Katanya lagi saat kita tiba di tempat favoritku, dan tempat favorit Dia tentu saja.

“ada apa??? Kau disuruh siapa datang kesini? Rama mana?” tanyaku tanpa basa basi lagi. Senyumnya pudar saat aku menyebut nama Rama.

“Ini…” dia memberiku sebuah hadiah. Aku diam menatapnya.

“buka saja, kau akan tahu semua jawaban dari pertanyaanmu.” Katanya serius.

Ku buka hadiah itu, sebuah miniature pohon sakura. Di sana ada sebuah surat dengan amplop warna pink. Aku tau ini dari siapa. Ku buka surat itu,  tanganku bergetar, perasaanku tidak enak. Ku baca surat itu, air mataku menetes, aku salah selama ini. Dia mencintaiku.

Pink… Happy birthday yaa… semoga panjang umur, sehat selalu, dan semoga kau selalu mendapatkan yang terbaik. Amiin..

Ping, kata pertama yang ingin kuucapkan padamu adalah MAAF.

Maaf karena aku pergi tanpa pamit, mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah tiada.

Maaf ping, karena mungkin aku sudah melukai perasaanmu. Tapi ketahuilah saat jauh darimu aku sendiri merasa terluka.

Maaf juga, karena aku tak mampu menepati janjiku untuk merayakan ulang tahunmu, maaf Ping, aku kira aku bisa kembali padamu tapi kenyataannya sakit ini semakin menggerogotiku.

Dan maaf untuk semua kesalahan dan kebodohanku yang menyiakan cintamu.

Ping…aku menyayangimu. Bukan hanya menyayangimu sebagai adik ping, tapi aku juga mencintaimu, mencintaimu sepenuh hatiku sampai detik ini saat aku menulis surat ini.

Sekali lagi maaf ping. Dan ingatlah Ping aku akan selalu seperti bintang itu ping, tak akan pernah meninggalkan rembulannya. Aku akan selalu menemanimu, selalu.

Selamat tinggal Ping.

Dengan penuh cinta untuk Pingkiana rosalia.

Rama

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline