Lihat ke Halaman Asli

Pengabdian Tanpa Pamrih

Diperbarui: 12 November 2024   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya yang masih tampak malu untuk menunjukkan dirinya membangunkan embun yang menyelimuti dedaunan, sementara suara kicau burung perlahan mengisi keheningan yang menyelimuti alam.Suara langkah-langkah kecil terdengar riuh di lantai kayu rumah sederhana. Seorang wanita bangun lebih awal dari siapa pun, memulai harinya dengan senyum meski lelah masih menyelimuti matanya. 

Di dapur, tangan-tangan terampilnya menyiapkan hidangan sederhana, namun penuh cinta. Kehangatan tersebar di seluruh ruangan, seperti sinar mentari yang baru terbit, membawa kehidupan dan harapan untuk orang-orang yang ia cintai.

Hari itu seperti hari-hari biasanya,seorang wanita yang bangun sebelum matahari menampakkan sinarnya entah pukul berapa untuk memulai melakukan rentetan kegiatan yang sudah biasa ia lakukan.Tangan yang sudah trampil melakukan kegiatannya,bau asap dari ruangan itu menunjukkan adanya aktivitas didalamnya.

Karena mengetahui adanya aktivitas diruangan itu,tak lama terdengar suara langkah kecil yang menghampirinya.Senyum yang tak bisa disembunyikan dari seorang anak kecil itu saat melihat seorang wanita yang sering ia panggil dengan nama ibu.

Tanpa banyak bicara sang ibu memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang,tak ada rasa lelah yang terlihat dimatanya namunn rasa kebahagiaan saja yang terpancar.Dengan langkah kecilnya sang anak mulai menjauh dari jangkauannya,namun masih terlihat di sudut ruangan itu.Sang ibu merasa senang dan sesegera mungkin menyelesaikan tugasnya di dapur,sebuah nasi hangat dan lauk yang terlihat sederhana namun terlihat menggiurkan bagi sang anak yang memperhatikan ibunya sedari tadi untuk menyiapkan sarapan pagi ini.

Diruangan lain ibu membangunkan dua anaknya yang lain.Tanpa banyak bicara mereka segera sarapan dan menyantap makanan dengan lahap.Mereka melakukan kegiatan yang berat pada sekolah atau di sawah setelah menikmati masakan yang selalu siap setiap hari tanpa diminta.

Setelah sarapan ibu segera membersihkan piring dan anak-anaknya bersiap untuk ke sekolah guna menambah ilmu,sedangkan ibu setelah kepergian anaknya ia segera berangkat ke belakang rumah.Setiap kali ia menanam atau menyiram tanaman itu selalu ada doa yang ia ucapkan dalam hati,berharap tanaman itu akan tumbuh dengan sehat dan akan menjadi rezeki bagi keluarganya.

Matahari yang sebelumnya malu-malu untuk menampakkan sinarnya namun kini sudah membuat tubuh merasa panas,tidak menyulutkan semangat ibu untuk memanen jagungnya.Namun ibu tetap istirahat sejenak untuk minum atau memakan bekalnya dari rumah yang ia siapkan tadi pagi untuk makan siang.Setelah makan siang selesai sesegera mungkin ibu melanjutkan pekerjaanya agar ia cepat selesai dan kembali kerumah.

Sekarung hasil panen ia panggul  seorang diri langkah yang mesti dan peluh yang membasahi wajahnya bukti lelahnya tubuh yang ia jalani tanpa keluhan. Sesekali ia berhenti sejenak, mengusap keringat di dahi dengan ujung lengan bajunya yang lusuh. Di tengah keheningan ladang, wanita itu menghela napas dalam, memandang sekeliling yang penuh hamparan hijau, lalu melanjutkan langkahnya dengan tekad yang tak tergoyahkan.

"Kau selalu bekerja dengan penuh semangat tanpa merasakan rasa lelah".

Tegur seorang tetangga yang melihat ia selalu semangat tanpa rasa lelah yang terlihat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline